Data dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) menunjukkan, lebih dari 50 persen investor baru di pasar modal Indonesia berasal dari kelompok usia di bawah 30 tahun. Ini merupakan perubahan demografis yang signifikan dan sekaligus peluang besar bagi pasar modal untuk tumbuh secara inklusif dan berkelanjutan.
Media sosial menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, munculnya akun-akun edukasi investasi di TikTok, Instagram, dan YouTube membantu menyebarluaskan informasi dasar tentang pasar saham. Banyak konten kreator yang menyampaikan materi keuangan dengan bahasa ringan dan visual menarik, sehingga lebih mudah dipahami generasi muda.
"Namun, sisi gelapnya adalah munculnya fenomena seleb-investor atau influencer keuangan yang menyajikan konten berupa rekomendasi saham tanpa dasar analisis yang kuat. Tak jarang, konten yang viral justru berisi ajakan untuk membeli saham tertentu dengan iming-iming cuan besar dalam waktu singkat. Ini memicu perilaku FOMO bagi para pengikutnya, di mana seseorang membeli saham hanya karena takut tertinggal tren tanpa memahami risiko yang ada serta esensi dasar dari berinvestasi saham itu sendiri," kata Pintor, Kamis (29/5/2025).
Pintor menyampaikan, investasi yang dilandasi FOMO sering kali membuat investor mengambil keputusan tergesa-gesa. Mereka masuk ke saham yang sedang naik daun tanpa mempelajari fundamental perusahaan, kinerja historis, atau potensi investasinya secara jangka panjang.