IDXChannel - Praktik-praktik yang kerap merugikan dan kontroversial seperti aksi goreng saham bukan hal yang tak lazim di pasar modal. Kasus Benny Tjokrosaputro menjadi salah satu puncak gunung es praktik yang kadang berada di luar radar pengawasan tersebut.
Goreng saham sendiri bukanlah istilah yang formal. Undang-Undang (UU) No 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal memakai istilah manipulasi pasar (termasuk penipuan hingga perdagangan orang dalam) dalam untuk terma tersebut.
Aksi goreng saham merujuk pada upaya manipulatif di pasar modal yang bertujuan untuk mempengaruhi harga saham suatu perusahaan agar naik/turun secara tidak wajar.
Praktik ini umumnya melibatkan pergerakan saham yang tidak sesuai dengan kondisi fundamental perusahaan.
Para pelaku pasar yang terlibat dalam aksi ini umumnya berusaha untuk menarik investor dengan menciptakan kesan bahwa saham tersebut sedang mengalami kenaikan yang signifikan, misalnya dengan menebar rumor (bisa jadi benar atau palsu) tertentu.
Salah satu contoh terbesar dari praktik aksi goreng saham di Indonesia adalah kasus yang melibatkan Benny Tjokro, juga dikenal dengan nama Bentjok, pada 2020 lalu.
Benny Tjokro, yang merupakan eks bos PT Hanson Internasional Tbk (MYRX), terlibat dalam aksi manipulasi saham bersama Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera (TRAM) Heru Hidayat pada beberapa perusahaan, termasuk PT Rimo Internasional Lestari (RIMO), PT TRAM, PT Sinergi Megah Internusa (NUSA), dan sejumlah perusahaan lainnya.
Dalam praktik ini, Benny Tjokro dan Heru Hidayat diduga sengaja memanipulasi harga saham dengan tujuan tertentu, yakni memoles portofolio investasi milik PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asabri (Persero).
Dalam kasus ini, aksi goreng saham digunakan sebagai alat untuk memanipulasi nilai saham dengan fundamental yang sebenarnya buruk, sehingga terlihat seolah-olah perusahaan tersebut sedang mengalami peningkatan kinerja yang signifikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) akhirnya menyita kepemilikan saham Benjtok cs di emiten-emiten tersebut, termasuk aset lain miliknya.
Bentjok dijatuhi hukuman penjara seumur hidup bersama Heru Hidayat atas kasus korupsi dana pengelolaan investasi kedua perusahaan pelat merah tersebut.
Gara-gara aksi goreng-menggoreng saham oleh keduanya, negara menanggung rugi sekitar Rp22,7 triliun untuk kasus Asabri (periode 2012-2019) dan Jiwasraya mencapai Rp16,8 triliun (periode 2008-2018).
Skandal Bentjok Lainnya
Skandal Jiwasraya dan Asabri bukanlah satu-satunya aksi Bentjok yang membuat heboh pasar modal Tanah Air.
Menurut catatan sejumlah sumber, Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)—sebelum berganti menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK)--pernah memberikan sanksi denda Rp1,35 miliar kepada dua perusahaan Bentjok, yakni PT Manly Unitama Tbk dan PT Hanson Industri Utama pada akhir 2000. Kedua perusahaan dianggap melakukan sejumlah pelanggaran di pasar modal.
Mundur 3 tahun sebelumnya, pada 1997, Benny tersangkut kasus transaksi jual beli saham Bank Pikko (sekarang dikenal dengan PT Bank JTrust Indonesia Tbk).
Benny, yang waktu itu pemilik PT Multi Prakarsa Investama Securities, bersama Pendi Tjandra yang menjabat direktur perusahaan tersebut, melakukan praktik transaksi semu berupa cornering (membeli saham dalam jumlah besar sehingga bisa menguasai pasar).
Tindakan tersebut Bentjok lakukan menggunakan 13 rekening saham (via nominee) yang berbeda.
Bapepam akhirnya menyimpulkan adanya praktik corner dan telah terjadinya short selling (aksi jual kosong) masif di saham Bank Pikko lantaran adanya aksi transaksi semu yang dilakukan Bentjok dan rekannya tersebut.
Bentjok dan Pendi Tjandra pun dijatuhi sanksi denda masing-masing Rp1 miliar dan Rp500 juta. (ADF)