IDXChannel - Sejak dikuasai oleh pemerintahan militer lewat aksi kudeta pada tahun lalu, perekonomian Myanmar memang benar-benar memprihatinkan. Hal ini semakin diperparah dengan krisis energi dunia yang menyebabkan harga minyak global melambung, serta perang Rusia-Ukraina yang menggangu pasokan energi dan pangan di level internasional.
Terbaru, Pemerintah Myanmar kini masih terus mencari cara guna meredakan tekanan kenaikan inflasi yang semakin mengkhawatirkan. Salah satunya dengan mengambil keputusan menempatkan dana lebih dari $200 juta, atau senilai Rp2,97 triliun untuk mengintervensi pasar valuta asing (valas).
Dengan gelontoran dana sebesar itu, bank sentral Myanmar berharap memiliki ruang yang cukup untuk mengelola nilai tukar mata uangnya, Kyat, yang sejak Agustus 2022 lalu telah merosot hingga lebih dari 40 persen. Pelemahan signifikan itu membuat harga berbagai kebutuhan pokok masyarakat melambung, sehingga memicu kenaikan inflasi secara signifikan.
Guna melawan kondisi tersebut, bank sentral diketahui telah sering melepas cadangan dolar AS yang dimiliki guna mempertahankan posisi nilai tukar Kyat, agar tidak jatuh semakin dalam.
Ini menjadi langkah intervensi pertama dalam jumlah besar, hingga lebih dari $100 juta, sejak pemerintahan militer berkuasa. Sebelumnya, langkah intervensi dilakukan dengan batasan maksimal senilai $50 juta.