Di sisi lain, untuk menciptakan nilai tambah agar proyek yang akan dioperasikan cukup komersil, PGEO juga menciptakan secondary product seperti green hydrogen dan green methanol.
Selain itu, pihaknya menggandeng sejumlah vendor untuk bisa menggunakan teknologi terkini yang dapat membawa proyek panas bumi PGEO bisa segera masuk commercial on date (COD). Dengan begitu, seluruh energi geothermal yang diekstrak bisa menghasilkan megawatt dengan biaya yang lebih rendah.
“Kita baru tandatangan tiga kontrak, ada Kaishan dari China dan Schlumberger. Nanti ada satu lagi dengan Italia. Kita mau lihat powerplant mana yang paling cepat dan fleksibel. Nanti September atau Oktober kita sudah memilih equipment-nya,” kata dia.
Capex Lebih Murah
PGEO juga membuat hub sector yang membagi daerah operasi berdasarkan wilayah, sepert hub North Sumatera yang termasuk area panas bumi di Aceh. Julfi menyebut hub sector tersebut membuat biaya produksi menjadi lebih efisien dan ke depannya bisa mengurangi biaya-biaya yang dikeluarkan perseroan.
Dengan strategi tersebut ditambah penggunaan teknologi yang tepat, Julfi mengklaim PGEO bakal mengeluarkan belanja modal atau capital expenditure (capex) yang lebih murah. “Kalau capex untuk proyek geothermal itu bisa USD5-6 juta, kami bisa lebih murah setengahnya,” ujarnya.
Di sisi lain, dia optimistis target 1GW bisa mendorong kinerja perusahaan. Hal itu tercermin dari capaian kinerja perseroan dengan kapasitas terpasang saat ini yang mencapai 672 MW.