IDXChannel - Nilai tukar (kurs) Rupiah pada perdagangan hari ini (10/6) ditutup melemah 87 poin atau 0,54% ke level Rp16.282 per USD, setelah sebelumnya di Rp16.196 per USD.
Berdasarkan data Bloomberg, Rupiah sempat dibuka pada level Rp16.271 per USD.
Pengamat Pasar Uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, indeks dolar AS melanjutkan kenaikan dari pekan lalu setelah laporan nonfarm payrolls yang kuat menunjukkan para investor secara tajam mengurangi ekspektasi penurunan suku bunga pada September.
"Pasar fokus pada pertemuan Fed mendatang, dengan keputusan suku bunga akan dirilis pada Rabu. Bank sentral diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil ," tulis Ibrahim dalam risetnya, Senin (10/6).
Namun isyarat apapun mengenai kebijakan di masa depan akan diawasi dengan ketat, terutama setelah tanda-tanda ketahanan inflasi AS dan pasar tenaga kerja AS baru-baru ini.
Sejumlah pejabat Fed telah memperingatkan bahwa bank sentral akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama dalam menghadapi inflasi yang tinggi dan kekuatan pasar tenaga kerja. Data nonfarm payrolls yang kuat pada Jumat memperkuat gagasan ini.
Sebelum keputusan Fed pada Rabu, data inflasi indeks harga konsumen utama juga tersedia pada minggu ini, dan diperkirakan menunjukkan inflasi tetap jauh di atas target tahunan The Fed sebesar 2% pada Mei.
Selain itu, data produk domestik bruto menunjukkan, perekonomian Jepang menyusut sedikit lebih kecil dari perkiraan pada kuartal pertama. Namun perekonomian masih tetap mengalami kontraksi.
Data PDB muncul tepat sebelum pertemuan Bank Sentral Jepang akhir pekan ini, di mana bank sentral diperkirakan akan mulai memperketat kebijakan dengan mengurangi pembelian asetnya.
"Dari sentimen domestik, utang jatuh tempo pemerintah pada 2025 akan mencapai Rp800,33 triliun. Meski utang pemerintah jatuh tempo yang cukup besar kerap menimbulkan pertanyaan dan kekhawatiran, namun utang tersebut tetap dalam koridor aman dengan beberapa catatan," jelas Ibrahim.
"Misalnya, asalkan negara tetap kredibel, persepsi terhadap APBN baik, serta kebijakan fiskal ekonomi hingga politik tetap stabil," lanjutnya.
Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah yang jatuh tempo pada 2025 sebesar Rp800,33 triliun. Jumlah ini, terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) jatuh tempo senilai Rp705,5 triliun dan pinjaman jatuh tempo sebesar Rp94,83 triliun.
Jatuh tempo utang pemerintah yang besar adalah akibat dari pandemi Covid-19. Ketika itu, Indonesia butuh hampir Rp1.000 triliun belanja tambahan. Sementara penerimaan negara turun 19 persen karena ekonominya berhenti.
Sedangkan, penarikan utang tersebut, melalui skema burden sharing bersama Bank Indonesia (BI), agar neraca BI tetap baik, fiskalnya tetap kredibel, politik juga acceptable dengan menggunakan surat utang negara yang maturitasnya maksimum tujuh tahun.
"Berdasarkan data di atas, mata uang rupiah untuk perdagangan berikutnya diprediksi bergerak fluktuatif, namun kembali ditutup melemah di rentang Rp16.270-Rp16.330 per USD," pungkas Ibrahim.
(FAY)