Konsekuensi dari seretnya pendapatan dan melebarnya defisit adalah kenaikan rasio utang pemerintah.
Bank Dunia memproyeksikan rasio utang Pemerintah Pusat akan terus mendaki dalam tiga tahun ke depan. Dari posisi 39,8 persem terhadap PDB pada 2024, rasio utang diperkirakan naik menjadi 40,5 persen pada 2025, sebesar 41,1 persen pada 2026, dan menembus 41,5 persen pada 2027.
Kenaikan rasio utang ini terjadi di tengah beban biaya dana (cost of fund) yang masih tinggi.
Bank Dunia mencatat rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan tercatat mencapai 20,5 persen hingga Oktober 2025. Artinya, seperlima pendapatan negara digunakan hanya untuk membayar kewajiban bunga utang pemerintah.
Hal ini mengindikasikan sempitnya ruang gerak belanja pemerintah untuk sektor-sektor produktif lainnya. Oleh sebab itu, risiko fiskal dari sisi domestik cukup nyata. Pendapatan yang lebih rendah dari perencanaan dapat menguji kepatuhan pemerintah terhadap disiplin fiskal dan berpotensi membatasi belanja negara.
Pada perdagangan pekan depan, mata uang rupiah masih akan fluktuatif namun diperkirakan ditutup melemah pada rentang Rp16.750- Rp16.780 per USD.
(NIA DEVIYANA)