IDXChannel - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump resmi memangkas tarif impor untuk produk asal Indonesia dari 32 persen menjadi 19 persen.
Penyesuaian tarif ini memberikan angin segar bagi pelaku industri dan pasar saham Tanah Air yang sempat khawatir terhadap dampak kebijakan proteksionis Negeri Paman Sam.
Tim CLSA Sekuritas Indonesia menilai penurunan tarif ini secara umum menjadi katalis positif dan memberi ruang bernapas bagi sektor-sektor tertentu. Namun, dampaknya akan bervariasi di tiap emiten, tergantung pada ketergantungan mereka terhadap impor dari AS maupun ekspor ke pasar AS.
Konsumen dan Eksportir Jadi Penerima Manfaat
Beberapa emiten konsumer dinilai akan mendapat keuntungan langsung. PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), misalnya, membeli sebagian kebutuhan gandumnya dari AS—selain dari Australia, Kanada, dan Ukraina—sehingga penurunan tarif membuat biaya bahan baku lebih efisien.
Sektor ritel modern seperti PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI) dan anak usahanya PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA) diperkirakan terdampak minimal. Mayoritas produk mereka berasal dari China, Vietnam, dan Taiwan. Produk Apple yang dijual oleh PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA) juga sebagian besar masih berasal dari China, sehingga pengaruh dari penurunan tarif AS tergolong kecil.
Sementara itu, PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) juga diperkirakan tidak terkena dampak signifikan. Perusahaan ini sudah tidak lagi mengimpor gandum pakan dari AS, dan kini lebih banyak menggunakan jagung lokal. Kadang-kadang JPFA mengimpor bungkil kedelai dari Brasil, Argentina, atau AS, tapi frekuensinya rendah karena harga dari AS cenderung lebih tinggi.
Di sektor agribisnis, penurunan tarif memberi keuntungan bagi produsen minyak sawit. Indonesia mengekspor sekitar 2,3 juta ton crude palm oil (CPO) ke AS, setara 8 persen dari total ekspor CPO nasional. Dengan tarif turun menjadi 19 persen, Indonesia tetap unggul dibanding Malaysia (25 persen) dan Brasil (50 persen) dalam pasar minyak nabati AS.
Perusahaan pengolahan kayu seperti PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) dan PT Dharma Satya Nusantara Tbk (DSNG) yang mengekspor panel kayu, lantai, dan furnitur ke AS juga berpotensi menikmati manfaat dari beban tarif yang lebih ringan.
Gas Alam dan Sektor Kesehatan Diuntungkan
Impor gas alam cair (LNG) AS kini dikenakan tarif 0 persen. Ini membuat harga LNG impor menjadi lebih kompetitif dibanding harga gas pipa domestik. Dampaknya, pasokan gas yang lebih terjangkau bisa membantu mengatasi kekurangan pasokan yang selama ini dihadapi PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS), serta menurunkan biaya gas industri bagi pengguna akhir seperti PT Arwana Citramulia Tbk (ARNA).
Emiten lain yang berpotensi diuntungkan secara langsung dari efisiensi harga LNG ini adalah PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU).
Sektor kesehatan juga akan memperoleh manfaat. Indonesia banyak mengimpor alat kesehatan canggih dari AS dan Jerman. Penurunan tarif impor menjadikan harga alat kesehatan lebih murah, memberi keuntungan bagi operator rumah sakit seperti PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA), PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL), dan PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO).
Sementara itu, dampaknya terhadap sektor farmasi diperkirakan kecil, karena bahan baku obat (API) mayoritas masih diimpor dari India dan China—bukan dari AS. Emiten seperti PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) dan PT Kimia Farma Tbk (KAEF) tidak terdampak signifikan. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.