IDXChannel - Investor bersiap menghadapi aksi jual spontan di bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street, pada hari Senin, setelah Amerika Serikat (AS) menyerang Iran pada akhir pekan ini. Keputusan AS tersebut meningkatkan kemungkinan pembalasan dan harga minyak yang lebih tinggi.
Dilansir dari Reuters, Minggu (22/6/2025), situasi Timur Tengah menjadi pusat perhatian pasar, membayangi rilis data ekonomi AS pekan ini, karena investor menilai keputusan mendadak Presiden AS Donald Trump untuk bergabung dengan kampanye militer Israel melawan Iran berdampak terhadap sentimen, inflasi, dan suku bunga.
Trump menyebut serangan itu sebagai keberhasilan militer yang spektakuler dalam pidato yang disiarkan televisi kepada rakyat dan mengatakan fasilitas pengayaan nuklir Iran telah dihancurkan. Dia mengatakan, militer AS dapat menyerang target lain di Iran jika negara itu tidak setuju untuk berdamai.
Iran menuturkan, pihaknya menyimpan semua opsi untuk mempertahankan diri, memperingatkan konsekuensi dan meningkatkan serangannya terhadap Israel.
"Sulit untuk membayangkan saham tidak bereaksi negatif dan pertanyaannya adalah seberapa besar. Itu akan bergantung pada reaksi Iran dan apakah harga minyak melonjak," kata Kepala Strategi Pasar Interactive Brokers di Connecticut, Steve Sosnick.
"Yang sebenarnya kita lihat adalah efek terhadap harga minyak, stabilitas pasar, kenaikan harga melalui ekonomi. Tidak ada saham penting global yang secara langsung terpengaruh oleh apa yang terjadi," ujarnya.
S&P 500 melayang tepat di bawah titik tertingginya di Februari tetapi telah pulih tajam dari aksi jual awal April, karena ketegangan terkait tarif telah mereda. Namun, indeks acuan AS tampaknya mengambil jeda sekitar 2,7 persen di bawah titik tertinggi penutupan Februari.
Indeks telah melewati 27 sesi perdagangan sejak berada dalam jarak 5 persen dari titik tertingginya di Februari tetapi belum mencetak rekor baru. Konflik Israel-Iran telah membuat harga minyak naik tajam dan menyebabkan kehati-hatian di pasar.
Sejauh ini, pasar minyak telah menyerap sebagian besar dampak dari kekacauan geopolitik, dengan ekuitas yang relatif stabil. Namun, investor saham tetap khawatir harga minyak lebih tinggi dapat memicu inflasi dan mengganggu rencana pemangkasan suku bunga dari Federal Reserve.
Pada hari Rabu, Fed mempertahankan suku bunga tetap stabil dan para pembuat kebijakan mengisyaratkan biaya pinjaman masih mungkin turun tahun ini. Namun, mereka memperkirakan laju keseluruhan pemangkasan suku bunga yang diharapkan di masa mendatang akan lebih lambat daripada yang mereka lihat pada pertemuan mereka di Maret.
Mereka mengutip ekspektasi bahwa inflasi yang lebih tinggi akan mengalir dari rencana tarif Donald Trump.
"Pertanyaannya adalah harga minyak dan apa pengaruhnya terhadap inflasi yang memiliki implikasi bagi kebijakan moneter dan berapa lama Fed mempertahankan suku bunga 'sangat ketat'," kata Ahli Strategi Makro Global di Carson Group, Sonu Varghese.
Sementara investor memperkirakan ketegangan Timur Tengah akan memicu kegelisahan jangka pendek di pasar saham dan serbuan ke aset yang lebih aman seperti dolar dan obligasi pemerintah, beberapa juga berharap terjadinya deeskalasi dalam situasi tersebut.
"Saya pikir ini akan sangat positif bagi pasar saham," kata Kepala Investasi Siebert Financial, Mark Malek.
(Dhera Arizona)