IDXChannel—Mengapa memberi hadiah kepada pejabat pemerintah dilarang? Pemberian hadiah kepada pejabat dapat dianggap sebagai suap jika diberikan berdasarkan kepentingan tertentu.
Melansir laman resmi Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu (6/10), gratifikasi diartikan sebagai pemberian (dalam arti luas). Pemberian yang dimaksud mencakup pemberian uang, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, barang, komisi, tiket perjalanan, dan sebagainya.
Tidak semua pemberian adalah terlarang. Menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada dua syarat yang membuat suatu pemberian kepada pejabat pemerintah dapat menjadi tindakan korupsi (suap).
Syarat tersebut tertuang dalam UU No. 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12B menyebutkan bahwa:
“Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap sebagai pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.”
Kemudian pada Pasal 12C, disebutkan bahwa “Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.”
Dari dua peraturan di atas, dapat disimpulkan bahwa gratifikasi sendiri sebenarnya bersifat netral dan tidak terlarang dengan sendirinya. Namun jika pemberian dilakukan berdasarkan jabatan yang diampu penerima dan untuk tujuan tertentu, maka gratifikasi ini dianggap suap.
Melansir Pusat Edukasi Antikorupsi KPK, gratifikasi kepada pejabat pemerintah rentan menjadi korupsi suap, sebab berpotensi memicu konflik kepenting yang dapat memengaruhi pengambilan keputusan kebijakan dan pelayanan publik.
Selain itu, seringkali pemberian hadiah biasa dan gratifikasi suap menjadi sesuatu yang samar. Profesor Kebijakan Publik University of Adelaide Adam Graycar mengatakan dari segi antropologi kemasyarakatan, hadiah dan gratifikasi yang dilarang memiliki tiga sifat.
Yaitu memicu timbal balik (resiprokal), menuntut proses pertukaran, dan saling berbalas (quid pro quo). Maksudnya, ketika diberi hadiah oleh seseorang, meskipun pemberi tidak menuntut balasan apa pun, pemberian tersebut dapat menimbulkan rasa utang budi pada si penerima.
Namun ada pula gratifikasi yang terang-terangkan dilakukan dengan tujuan suap. Pada praktik korupsi, pemberi memberikan hadiah kepada penerima—yang merupakan pejabat pemerintah—dengan harapan agar proyeknya yang memerlukan perizinan diperlancar atau dipercepat.
Padahal, proyek tersebut masih memerlukan kajian lebih lanjut, atau bahkan harus distop seluruhnya karena berbahaya bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Dampak yang ditimbulkan dari tindakan suap ini pada akhirnya merugikan banyak orang.
Oleh sebab itu, penerima gratifikasi dapat diancam dengan hukuman penjara seumur hidup, atau paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dengan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Itulah penjelasan singkat tentang mengapa memberi hadiah kepada pejabat pemerintah dilarang
(Nadya Kurnia)