Kejagung juga menemukan emas yang beredar di masyarakat milik swasta namun dicap dengan logo LM Antam. Namun, hal itu lagi-lagi dibantah oleh Nicolas.
“Dalam proses lebur cap ada branding yang dilihat oleh Kejaksaan ini merugikan, jadi diproses di Antam, tetapi kita tidak membebankan biaya, branding value,” paparnya.
Nicolas mengaku Antam memang memberikan cap dengan logo LM Antam untuk 109 ton emas. Namun, logam mulia itu tetap dijamin keaslian dan kualitasnya.
“Jadi ada brand cap emas yang kita berikan, karena kan dengan adanya dicap emas itu tentu meningkatkan nilai jual, tetapi kita tidak mampu memproses semua emas yang ada, karena kapasitas dari logam mulia itu sampai 40 ton sampai 80 ton, padahal kita sendiri itu 1 ton setahun. Kalaupun kita bisa produksi dengan secara terus menerus,” ucap Nicolas.
“Karena itu kami harus memproses dari luar juga, termasuk yang kita impor, termasuk emas-emas yang ada di domestik. Kita tentunya kita harus buat kajian yang komprehensif, sehingga kajian ini bisa mendukung argumentasi kita bahwa emas yang kita proses harus,” pungkasnya.
(FRI)