"Sehingga secara konseptual, tidak sesuai dengan karakteristik hakikat tabungan yang sesungguhnya karena tidak lagi terdapat kehendak yang bebas," kata Saldi dalam pertimbangannya.
Terlebih, Tapera bukan termasuk dalam kategori pungutan lain yang bersifat memaksa sebagaimana maksud Pasal 23A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ataupun dalam kategori 'pungutan resmi lainnya'.
Oleh karena itu, Mahkamah menilai Tapera telah menggeser makna konsep tabungan yang sejatinya bersifat sukarela menjadi pungutan yang bersifat memaksa sebagaimana didalilkan Pemohon.
"Bertolak pada penjelasan tersebut, negara ditempatkan sebagai penanggung jawab utama penyediaan rumah layak huni bagi warganya. Namun, dengan adanya norma Pasal 7 ayat (1) UU 4/2016 justru tidak sejalan dengan tujuan dimaksud," sambungnya.
(Nur Ichsan Yuniarto)