IDXChannel - Mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Andhi Pramono (AP) diduga menyamarkan penerimaan gratifikasi lewat beberapa pihak. Hal ini dilakukan agar gratifikasi yang diterima tidak terdeteksi.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang mendalami dugaan tersebut lewat seorang saksi Wiraswasta, Budhi Setyanto.
Budhi Setyanto didalami juga pengetahuannya soal sejumlah aset mewah bernilai fantastis Andhi Pramono yang diduga berasal dari hasil penerimaan gratifikasi.
"Budhi Setyanto (Wiraswasta), saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan kepemilikan berbagai aset mewah dan bernilai fantastis dari tersangka AP," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri melalui pesan singkatnya, Kamis (7/9/2023).
"Termasuk aliran uang tersangka AP ke beberapa pihak dalam upaya menyamarkan penerimaan gratifikasinya," sambungnya.
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan Andhi Pramono sebagai tersangka penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Andhi diduga menerima gratifikasi Rp28 miliar dari para importir saat masih menjabat di Ditjen Bea Cukai.
Andhi mengantongi gratifikasi Rp28 miliar hasil dari menjadi broker atau perantara para importir. Uang itu dikumpulkan dari hasil gratifikasi selama 10 tahun sejak 2012 hingga 2022. Andhi diduga mengumpulkan uang tersebut lewat orang kepercayaannya yang merupakan para pengusaha ekspor impor.
KPK menyebut uang-uang dari hasil broker para importir tersebut ditampung di rekening Andhi dan mertuanya. Tindakan tersebut dipastikan telah bertentangan dengan tugas dan kewenangannya sebagai pejabat Ditjen Bea Cukai.
Andhi Pramono diduga juga telah menyamarkan serta mengalihkan uang hasil penerimaan gratifikasinya ke sejumlah aset bernilai fantastis. Di antaranya, dengan membelikan rumah mewah di Pejaten, Jakarta Selatan, berlian, hingga polis asuransi.
Atas perbuatannya, Andhi dijerat dua pasal sekaligus yakni terkait penerimaan gratifikasi dan TPPU. Ia disangka melanggar Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Ia juga disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (NIY)