"Dengan tarif baru AS yang ditetapkan sebesar 15 persen untuk mobil dan barang-barang lainnya, pertanyaannya adalah bagaimana perusahaan-perusahaan Jepang akan merespons ke depannya," kata Kepala Ekonom Norinchukin Research Institute Takeshi Minami.
"Perusahaan di luar produsen mobil mungkin juga mencoba menyerap dampak tarif melalui pemangkasan biaya. Jika itu terjadi, laba akan menurun, memberikan tekanan pada usaha kecil dan menengah, yang dapat menyulitkan kenaikan upah," katanya.
Pada Agustus 2025, AS tetap menjadi tujuan ekspor terbesar Jepang setelah China. Nilai pengiriman mobil turun 28,4 persen sementara jumlah unit turun 9,5 persen, sebuah pola yang menunjukkan produsen mobil Jepang terus memangkas harga untuk mempertahankan pangsa pasar di AS.
Secara keseluruhan, neraca perdagangan Jepang berada di zona merah, dengan defisit sebesar 242,5 miliar yen. Impor turun sebesar 5,2 persen bulan lalu. (Wahyu Dwi Anggoro)