Sekedar informasi, pada periode 2020-2024, Kementerian Kominfo kala itu melalukan pengadaan baran/jasa dan pengelolaan PDNS dengan pagu anggaran Rp958 miliar. Dalam proses lelang, Kejari Jakpus melihat ada oknum pejabat Kominfo yang sengaja memenangkan tender salah satu perusahaan.
"Dalam pelaksanaannya tahun 2020 terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT. AL dengan nilai kontrak Rp60.378.450.000," ujar Bani.
"Kemudian pada tahun 2021 kembali perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp102.671.346.360," tambahnya.
Lalu, pada 2022, perusahaan yang sama terpilih sebagai pelaksana kegiatan tersebut dengan nilai kontrak Rp188,9 miliar.
"Di tahun 2023 dan 2024 kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak 2023 senilai Rp350.959.942.158 dan 2024 senilai Rp256.575.442.952," ucapnya.
Bani menegaskan perusahaan pemenang tender itu bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301. Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware.
"Meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik yang hanya mewajibkan pemerintah untuk membangun Pusat Data Nasional (PDN) dan bukan PDNS serta tidak dilindunginya keseluruhan data sesuai dengan BSSN," ujarnya.
(Febrina Ratna Iskana)