KPK juga berkolaborasi dengan Kementerian dan lembaga termasuk Kementerian PANRB, Ombudsman RI, Kementerian BUMN, Lembaga Administrasi Negara (LAN) serta para akademisi.
Kajian ini akan mengidentifikasi praktik rangkap jabatan, faktor penyebabnya, mulai dari kebijakan, keterbatasan SDM, hingga beban kerja dan kompensasi serta efektivitas mekanisme pengawasan.
“Hasil penelitian diharapkan menghasilkan rekomendasi valid dan presisi guna mendorong perbaikan sistem, etika, dan profesionalitas,” kata Amin.
Kajian ini juga melibatkan pemangku kepentingan pada lingkup eksekutif ASN, TNI, dan Polri, serta kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian di tingkat pusat dan narasumber eksper serta praktisi terkait, di antaranya pakar etika pemerintahan dan integritas publik; pakar antikorupsi dan kelembagaan pengawas; serta akademisi dan peneliti kebijakan publik.
Bedasarkan data yang dikumpulkan KPK bersama Ombudsman pada tahun 2020 menunjukkan bahwa dari 397 komisaris BUMN dan 167 komisaris anak perusahaan yang terindikasi merangkap jabatan, hampir setengahnya (49 persen) tidak sesuai dengan kompetensi teknis.
Selain itu, 32 persen dari mereka berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, yang menunjukkan lemahnya pengawasan, rendahnya profesionalitas, dan risiko rangkap pendapatan yang mencederai rasa keadilan publik.
(Nur Ichsan Yuniarto)