KPK sebelumnya telah menetapkan mantan Dirut PT Amarta Karya, Catur Prabowo, dan eks Direktur Keuangan Amarta Karya, Trisna Sutisna, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya tahun 2018 sampai 2020.
Dalam perkara ini, diduga ada sekira 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Catur dan Trisna. Di mana, sejumlah proyek tersebut di antaranya, pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun Pulo Jahe, Jakarta Timur.
Kemudian, pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta. Selanjutnya, pembangunan laboratorium bio safety level tiga di Universitas Padjajajran (Unpad).
KPK menyebut uang yang diterima Catur Prabowo dan Trisna Sutisna diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya.
Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, negara ditaksir mengalami kerugian sekira Rp46 miliar. KPK saat ini masih terus menelusuri aliran uang ke pihak-pihak lainnya. Diduga, banyak pihak yang kecipratan dana haram proyek tersebut.
KPK kemudian mengembangkan perkara tersebut dan ditemukan bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). KPK menetapkan Catur Prabowo sebagai tersangka pencucian uang.
Catur diduga telah mengalihkan, menyamarkan, ataupun mengubah hasil dugaan korupsinya ke sejumlah. Saat ini, KPK sedang menelusuri aset hasil pencucian uang Catur. Aset pencucian uang Catur ditelusuri lewat pemeriksaan sejumlah saksi.
(FRI)