Sritex telah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang. Raksasa tekstil yang merupakan terbesar di Asia Tenggara itu diketahui memiliki utang dengan total mencapai hampir USD1,6 miliar atau setara Rp25 triliun.
Melansir laporan keuangan perusahaan, hingga 30 Juni 2024, Sritex memiliki utang sebesar USD1,6 miliar, yang terdiri dari utang jangka panjang sebesar USD1,47 miliar (Rp23 triliun) dan utang jangka pendek sebesar USD131,42 juta (Rp2 triliun).
Dari total utang tersebut, sekitar 51,8 persennya merupakan utang bank, yakni mencapai USD810 juta atau setara Rp12,7 triliun, dengan dominasi utang diberikan oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar USD82 juta atau sekira Rp1,28 triliun.
Sritex mengungkap penyebab kinerja turun adalah karena melemahnya penjualan di industri tekstil. Kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena terjadi pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.