Angka-angka tersebut merupakan perkiraan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pusat-pusat penipuan di Asia Tenggara mengandalkan korban perdagangan manusia yang tertipu iming-iming upah tinggi.
Awalnya, para pekerja berasal dari China dan negara lainnya yang warganya mahir berbahasa Mandarin. Kini, Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mencatat para pekerja didatangkan dari seridaknya 56 negara, mulai dari Indonesia hingga Liberia.
Paspor para pekerja disita agar mereka tidak meninggalkan kompleks. Hanya manajer yang sangat senior dan bawahan terpercaya yang dapat memiliki kebebasan bergerak. Pekerja yang tidak berkinerja baik dipukuli atau menghadapi hukuman fisik lainnya.
Meskipun pihak pemerintah mulai menindak tegas pusat-pusat penipuan, terutama melalui penggerebekan, para aktivis mengatakan pelaku-pelaku utama masih bebas. Pusat-pusat penipuan baru terus bermunculan baik di Asia Tenggara maupun di seluruh dunia.
“Jika kita hanya menyelamatkan para korban, dan tidak menangkap pelaku utama, terutama mafia China dan sindikat transnasional tersebut, maka tidak akan ada gunanya,” kata Koordinator Jaringan Masyarakat Sipil untuk Bantuan Korban Perdagangan Manusia Jay Kritiya.