Legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah I itu menambahkan, regulasi yang lebih jelas untuk mengatur jemaah haji furoda diperlukan mengingat penyelenggaraan haji melalui jalur ini kerap menjadi momok karena sifatnya yang spekulatif.
“Karena itu spekulasi yang tidak bisa diukur atau diteropong ini terus menerus menjadi hantu bagi mereka yang akan menunaikan ibadah haji dengan jalur cepat sehingga dibutuhkan regulasi yang lebih jelas,” tandas politisi PKS ini.
Sebelumnya, Syarikat Penyelenggara Umrah dan Haji (Sapuhi) memperkirakan lebih dari 4.000 jemaah haji furoda tidak bisa berangkat ke Arab Saudi akibat persoalan visa. Adapun, Kementerian Agama (Kemenag) tidak memiliki kewenangan mengelola jemaah haji dengan visa mujamalah atau haji furoda.
Sejauh ini, pemerintah hanya berwenang mengelola keberangkatan dan pelayanan jemaah dengan visa haji kuota Indonesia, yang meliputi haji reguler dan haji khusus.
Adapun, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) Pasal 18 ayat (2) dan (3) menyebut bahwa warga negara Indonesia (WNI) yang mendapatkan visa haji mujamalah dari Kerajaan Arab Saudi wajib berangkat melalui PIHK. PIHK sebagai penanggung jawab wajib melaporkan kegiatannya tersebut kepada Menteri Agama (Menag).
(FRI)