Tahapan pertama yaitu industri teknologi itu sendiri perlu menyetujui dan menerapkan beberapa prinsip umum tentang transparansi, akuntabilitas, dan keadilan.
Sebagai contoh, perusahaan dilarang menganggap chatbot sebagai manusia. Lalu, kedua, seluruh regulator, baik dari sisi hukum ketenagakerjaan, pasar keuangan dan konsumen, kebijakan persaingan, perlindungan data, privasi, maupun hak asasi manusia, diharapkan dapat memodifikasi peraturan yang ada guna mempertimbangkan risiko spesifik yang ditimbulkan oleh AI.
Terakhir, lembaga pemerintah beserta universitas perlu memperdalam keahlian teknologi mereka sendiri agar dapat mengurangi risiko penangkapan industri.
Terlepas dari itu, terdapat dua rezim peraturan secara menyeluruh yang perlu dipertimbangkan untuk AI, meskipun keduanya belum cukup untuk menghadapi tantangan yang ada. Rezim pertama, didasarkan pada prinsip kehati-hatian, dapat berarti jika algoritme yang digunakan dalam beberapa area kritis, hidup dan mati, semisal perawatan kesehatan, sistem peradilan, hingga militer, memerlukan persetujuan terlebih dahulu sebelum digunakan.
Cara kerjanya sama seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA), yakni menyaring obat-obatan farmasi sebelum diedarkan serta memiliki wewenang yang luas guna melindungi dan mempromosikan kesehatan masyarakat.