IDXChannel - Publik cenderung wait and see menunggu Federal Open Market Committee (FOMC) Bank Sentral Amerika Serikat (AS) Federal Reserve (the Fed) yang dijadwalkan pada 21-22 Maret 2023 nanti.
Pernyataan Ketua The Fed Jerome Powell di hadapan Komite Perbankan Senat awal bulan ini mengindikasikan adanya kenaikan suku bunga di masa mendatang sampai laju inflasi terkendali.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan kenaikan suku bunga The Fed tidak akan bergerak lebih agresif (hawkish) pasca kolapsnya Silicon Valley Bank.
“Kalau yang saya lihat tidak akan menaikan langsung tinggi dan agresif. Saya melihat penahanan suku bunga adalah upaya The Fed menyelamatkan SVB,” ujar Direktur Indef Tauhid Ahmad kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (18/3/2023)
Tauhid menilai, kenaikan suku bunga yang agresif akan menghancurkan dan menghilangkan nilai aset SVB. Ia juga mengkhawatirkan timbulnya contagion effect, yakni peristiwa menularnya suatu guncangan ekonomi, kepada industri di Amerika Serikat. Hal tersebut terjadi lantaran SVB yang memberikan pendanaan ke berbagai perusahaan di negeri paman sam tersebut, peningkatan suku bunga yang agresif pun dinilai akan merusak industrinya.
Selain itu, Tauhid juga meyakini the fed tidak akan bergerak agresif lantaran adanya tren penurunan inflasi di Amerika Serikat yang melambat hingga ke 6 persen pada Februari 2023, angka tersebut merupakan yang paling rendah sejak September 2021.
“Dengan terjaganya inflasi, saya rasa The Fed tidak akan mengorbankan SVB dengan meningkatkan suku bunga secara agresif,” imbuhnya.
Walaupun demikian, Tauhid menilai negara - negara lain akan berlomba untuk menaikan suku bunganya. Mereka akan mengambil kesempatan ini sebagai momen untuk menarik dolar - dolar yang tadinya keluar dari negaranya (capital outflow) akibat peningkatan suku bunga the fed.
“Mereka tentunya sama-sama memiliki tujuan untuk mengendalikan inflasi, tapi tidak mau kehilangan kesempatan berharga ini,” pungkasnya.
(WHY)