2. Return on equity (ROE) di level 15% atau lebih
ROE adalah tingkat pengembalian investasi. Setiap keuntungan Rp 1.000, maka menghasilkan untung bersih minimal 15% atau lebih dalam setahun. ROE adalah indikator paling dasar dari analisis fundamental. Jika ROE-nya bagus, kemungkinan besar yang lain di laporan keuangan juga bagus. Tetapi kalau kurang dari 15%, artinya perusahaan itu tidak menguntungkan. Jadi, untuk apa sahamnya dibeli.
Contoh menghitung ROE:
Laba periode berjalan SIDO 30 September 2020 = Rp 640,8 miliar (9 bulan)
Total ekuitas = Rp 3,3 triliun
Jadikan laba periode berjalan 1 tahun = Rp 854,4 miliar
ROE = Rp 854,4 miliar : Rp 3,3 triliun x 100 = 25,8%
Artinya setiap investasi Rp 1.000 di SIDO, menghasilkan untung bersih setahun sekitar Rp 250.
3. Membayar dividen 30-40% atau lebih, dari laba bersih perusahaan dalam setahun
Data pembayaran atau pembagian dividen ada yang tersaji di laporan keuangan, kadang juga tidak. Investor dapat mencari informasi tersebut di internet. Lihat total dividen yang dibagikan. Misalnya dari 80% perolehan laba bersih perusahaan di tahun 2018 sebesar Rp 500 miliar. Bukan melihat dividen tunai interim saja.
Data dividen ini sangat penting. Sebab, perusahaan bisa saja menuliskan laba bersih sekian rupiah, tetapi kalau tidak bayar dividen, perolehan laba tersebut dapat diragukan kebenarannya.
Bila pembayaran dividen kurang dari 30-40%, terlalu kecil. Investor berhak lebih dari itu. Namun kalau lebih dari angka di atas, bisa juga menunjukkan perusahaan tersebut sudah mature alias tidak bisa bertumbuh lagi. Akhirnya keuntungan dibagi ke investor. Lalu bagaimana sebaiknya? Cari perusahaan yang membayarkan dividen tidak terlalu besar, dan tidak kecil juga.