IDXChannel - "Hard times create strong men. Strong men create good times. Good times create weak men, and weak men create hard times."
Teori dialektik itu disampaikan oleh Geoffrey Michael Hopf, novelis asal AS kelahiran 1970, yang terkenal sangat piawai dalam menulis tema kehidupan pasca kiamat (post-apocalyptic).
Menurut Hopf, siklus sebuah kehidupan selalu terbentuk dalam empat fase utama, yaitu kondisi sulit yang memaksa manusia menjadi kuat untuk dapat bertahan, keberhasilan manusia menata kondisi baru yang lebih nyaman, kenyamanan yang justru memunculkan manusia-manusia lemah, dan kondisi yang beranjak semakin sulit karena kelemahan manusia itu sendiri.
Dalam sudut pandang industri dan dunia usaha, meski tentunya tak bisa digeneralisasi, teori Hopf tersebut kerap kali terbukti dan terjadi pada entitas-entitas bisnis yang telah berkembang besar di sektor industri masing-masing.
Posisi perusahaan yang cukup bagus dalam peta persaingan pasar (good times) justru terkadang melenakan, dan membuat perusahaan tidak siap menjawab tantangan yang ada (weak men). Alhasil, perusahaan yang tadinya menguasai pasar, justru tersandung, jatuh, dan harus kembali berjuang dari titik awal (hard times).
Salah satu dari sekian banyak contoh yang bisa kita rujuk, diantaranya, adalah kondisi yang dialami oleh PT Garuda Indonesia Tbk. Sebagai maskapai berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan penguasaan pasar di genggaman, emiten berkode saham GIAA tersebut justru harus berjibaku dengan jeratan utang.
Guna mengatasinya, pemerintah sampai harus turun tangan dengan menyuntikkan modal tambahan melalui skema Penyertaan Modal Negara (PMN) senilai Rp7,5 triliun.
Tak hanya itu, manajemen juga harus menempuh proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, sebagai upaya mengatasi besarnya beban utang yang membelit perusahaan.
Guna membahas persoalan tersebut, tim redaksi idxchannel.com berkesempatan berbincang secara virtual dengan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, Irfan Setiaputra. Perbincangan kami sebelumnya juga telah ditayangkan secara libe melalui Live Streaming IDX Channel.com, Senin (09/01/2023).
Berikut ini sebagian hal penting yang kami bahas dalam perbincangan tersebut.
Q: Sebelumnya kami ucapkan selamat atas lancarnya proses PMN dan juga PKPU yang telah dilalui oleh Garuda Indonesia, hingga akhirnya PT Bursa Efek Indonesia (BEI) juga telah mencabut suspensi atas saham GIAA. Pertanyaannya, apa langkah GIAA selanjutnya setelah suspensi saham tersebut dicabut?
A: Terima kasih atas apresiasinya atas capaian restrukturisasi yang sedang kami lakukan sejauh ini. Memang sejak tahun lalu, ada dua isu utama yang menjadi fokus kami, yaitu proses Garuda Indonesia di PKPU, dan suspensi saham GIAA, yang menurut kami merupakan situasi yang unfair bagi para pemilik saham kami.
Sehingga, karena telah menjadi fokus perusahaan, maka sejak awal 2022 kami juga telah bersiap sedini mungkin untuk dapat memastikan bahwa bila proses rekturisasi berhasil, maka kita harus bisa mengeksekusi apa-apa saja yang kita janjikan selama proses restrukturisasi di PKPU itu.
Di hadapan seluruh kreditur, saat ini kami sudah membahas mengenai bisnis ke depan. Namun, tanpa diketahui banyak orang, sebenarnya kami juga sudah mempersiapkan eksekusinya, bahkan jauh sebelum hasil PKPU dibacakan, yaitu mendorong perusahaan ini untuk dapat membasiskan diri terhadap tiga hal, yaitu compatible, simple dan terakhir adalah full service.
Q: Compatible, simple dan full service. Jadi ketiga hal ini yang menjadi concern sekaligus benang merah dalam setiap kinerja bisnis Garuda Indonesia ke depan?
A: Iya, betul. Dari ketiga poin utama itu kami ingin tegaskan bahwa bagaimana mana pun kondisinya, Garuda Indonesia tetap berkomitmen untuk tetap menjadi perusahaan maskapai yang menyediakan jasa penerbangan yang full service. Jadi tidak ada kompromi untuk hal itu.
Kedua, kami ingin agar sistem kerja, business model dan segala sesuatunya terkait kinerja operasional di perusahaan ini simpel, sehingga logis dan terukur untuk benar-benar dikerjakan. Kami harus memastikan bahwa pencapaian perusahaan complitability baik. Dan komitmen ini juga kami yakin sudah diketahui oleh banyak pihak, bahwa kami benar-benar concern dan commit untuk urusan itu.
Dan ketiga, dari kinerja yang full service itu, dengan sistem kerja yang simpel dan terukur itu, pada akhirnya berujung pada tujuan utama, yaitu meningkatkan pendapatan, sambil juga secara bersamaan kami juga berupaya keras untuk menekan biaya-biaya yang selama ini sangat tinggi, termasuk di dalamnya sewa pesawat, biaya kepegawaian dan sebagainya.
Q: Jadi capaian ini bisa diklaim sebagai bukti keberhasilan dan juga proses restrukturisasi yang sudah dijalankan dengan baik sejauh ini oleh Garuda Indonesia?
A: Betul. Ya, memang harus diakui kita agak terpukul sedikit di beberapa bulan tahun 2022 lalu karena harga avtur yang meningkat. Tapi so far secara keseluruhan bisnis kami di sepanjang tahun (2022) cukup bagus dan sesuai dengan harapan.
Q: Bagaimana dengan upaya menurunkan utang perusahaan, di mana Garuda Indonesia berhasil menekan hingga 50 persen di tahun lalu? Apa saja yang telah dilakukan perusahaan sehingga bisa merealisasikan capaian tersebut?
A: Jadi memang pada waktu dimulainya proses PKPU, utang kami tercatat nilainya saat itu sebesar USD10,1 miliar. Ini nilai utang berdasarkan data yang ada dan juga seluruh kreditur dan kita sepakati bersama.
Selama proses negosiasi, Alhamdulillah kami berhasil menurunkan ke level USD5,1 miliar. Ini membuat perusahaan sekelas Garuda ini memastikan sustainability bisnis dan going concern perusahaan ke depan tidak lagi jadi masalah.
Kami juga sudah ada banyak sekali strategi dan aktivitas yang siap dilaksanakan untuk dapat memastikan bahwa utang sebesar USD5,1 miliar ini bisa kami selesaikan di kemudian hari.
Jadi dua hal pertama yang kita sepakati, bahwa kepada para kreditor ini kita perpanjang (tenor pinjamannya) selama sembilan tahun. Lalu untuk bank-bank BUMN (kita tunda pembayarannya) hingga 22 tahun, dengan interest ratenya sebesar 0,1 persen.
Jadi ini yang terjadi, dan proses negosiasinya harus diakui cukup alot, dan alhamdulillah 95 persen dari kreditur mau menerima.
Q: Terkait target Garuda Indonesia sendiri, bagaimana agar bisa terus menghasilkan profit ke depan?
A: Sebenarnya tantangan itu sudah tergambar pada capaian profit kami di triwulan III-2022, di mana Garuda Indonesia berhasil membukukan laba sebesar USD3,7 miliar. Ini tentu menjadi modal optimisme kami untuk tahap selanjutnya, at least dapat tergambar hingga full years 2022.
Capaian sebesar itu, mungkin baru pertama kalinya, dan memang baru sekali-kalinya itu bisa dicapai oleh Garuda Indonesia. Jadi, kami ingin sampaikan secara terbuka, bahwa keuntungan sebesar itu dapat kami peroleh karena penurunan utang.
Upaya (penurunan utang) ini sudah kami jalankan sejak awal tahun, di mana kami terus-menerus melakukan upaya-upaya maksimal, sehingga pendapatan kita terus naik, bahkan meningkat sebesar 60 persen lebih dari segi pendapatan.
Sementara, dari segi efisiensi biaya, kami juga berhasil menekan sewa pesawat senilai 53 persen. Di 2022 lalu sewa pesawat ini berhasil kita negosiasikan juga agar dapat berbasis free by our. Artinya apa, kita hanya bayar sewa pesawat itu bila kita terbangkan. Jadi basis hitungannya adalah per jam pemakaian
Q: Dan dengan berbagai upaya tersebut, berhasil diwujudkan dalam capaian kinerja perusahaan?
A: Ya, tentu saja. Dari seluruh aktifitas kita sepanjang 2022, sejak Maret (2022) sebenernya kinerja kita sudah positif secara buku. Jadi secara operasional pendapatan kita melebihi dari pengeluaran kita.
Capaian ini bagi pemegang saham kami harap cukup melegakan, mengingat selama ini mungkin suka deg-degan melihat catatan kinerja kami, bahwa merahnya (pengeluaran) lebih tinggi dari pada birunya (pemasukan). Tapi Saya dengan bangga bisa menyatakan bahwa kita sekarang sudah sering birunya diatas merah.
Capaian ini sudah ditunjukkan sejak Maret tahun 2022, sehingga ketika ditanya proyeksi kinerja di tahun ini, kami sangat optimistis dapat menghadapi tantangan yang ada di pasar.
(Optimisme) Ini kami dasarkan pada fakta bahwa kondisi fundamental perusahaan sudah kami perbaiki. Utang sudah kami settle dan kesepakatan dengan kreditur juga sudah kami capai. Kondisi COVID-19 juga sudah membaik.
Pak Presiden (Joko Widodo) juga sudah mencabut status PPKM, sehingga kami juga sudah mulai membuka beberapa rute baru, baik domestik maupun internasional, yang disambut hangat oleh pasar. Selain itu, kami juga sedang mempersiapkan beberapa hal untuk memastikan 2023 ini hasilnya akan jauh lebih baik.
Q: Artinya, dengan kinerja fundamental yang terus membaik, di mana bisnis airline yang ditopang oleh kondisi makro dan juga perekonomian nasional yang kondusif, lalu daya beli masyarakat juga terus meningkat, artinya ini dapat dianggap sebagai bekal bagus bagi Garuda Indonesia untuk berbenah sehingga kinerja ke depan bisa semakin membaik?
A: Tepat sekali. Artinya, secara amunisi kita juga sudah lengkap dan benar-benar siap untuk ke depan kinerja perusahaan dapat semakin meningkat sesuai yang diharapkan, baik oleh manajemen, seluruh kreditur dan juga tentunya seluruh masyarakat Indonesia.
Bahwa selama proses restrukturisasi ini, kami benar-benar berbenah secara internal dengan cermat, teliti dan sangat hati-hati agar semua aspek dapat kita perbaiki secara fundamental. Selama proses restrukturisasi kami juga dapat pastikan bahwa Garuda Indonesia tidak pernah sedikit pun abai terhadap seluruh kewajiban yang harus kami penuhi.
Kami juga pastikan komitmen kita terhadap para pelanggan dari sisi pelayanan maupun dari sisi komitmen terkait ketepatan waktu. Ini menjadi pegangan utama kami, bahwa sebagai perusahaan maskapai, yang notabene bergerak di bidang jasa, performa layanan dan kepuasan pelanggan adalah yang utama bagi kami. (TSA)
Penulis: Hafiz Habibie