sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Akses BBM dan EBT Masih Rendah, Skor Indeks Ketahanan Energi Indonesia Masih 6,57

Economics editor Athika Rahma
28/11/2021 11:56 WIB
Seluruh negara di dunia mulai melakukan transisi energi demi mewujudkan ketahanan energi di masa yang akan datang, termasuk Indonesia.
Seluruh negara di dunia mulai melakukan transisi energi demi mewujudkan ketahanan energi di masa yang akan datang, termasuk Indonesia.  (Foto: MNC Media)
Seluruh negara di dunia mulai melakukan transisi energi demi mewujudkan ketahanan energi di masa yang akan datang, termasuk Indonesia. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Seluruh negara di dunia mulai melakukan transisi energi demi mewujudkan ketahanan energi di masa yang akan datang, termasuk Indonesia. Penggunaan energi fosil akan digantikan dengan pemanfaatan energi terbarukan yang sumbernya tidak akan pernah habis.

Lantas, apakah Indonesia sudah memiliki ketahanan energi saat ini? Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto membeberkan, skor indeks ketahanan energi Indonesia berada di angka 6,57.

"Ada penguatan indeks ketahanan energi nasional dari tahu ke tahun. Saat ini, indeks ketahanan energi nasional berada di angka 6,57 atau masuk kondisi tahan (6 sampai 7,99)," ujar Djoko dalam keterangan resmi Kementerian ESDM, Minggu (28/11/2021).

Djoko mengungkap, ada beberapa alasan ketahanan energi Indonesia belum mencapai nilai sangat tahan. Aspek accessibility dan acceptability energi di Indonesia dinilai masih sangat kurang.

"Dua aspek ini masih sangat kurang, meskipun pemerintah terus berupaya membangun infrastruktur gas, juga BBM melalui program BBM satu harga, kita membangun SPBU kecil di daerah 3T. Sedangkan untuk aspek acceptability ini terkait dengan lingkungan," kata Djoko.

Terkait aspek acceptability , Djoko menyampaikan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia pada 2020 baru 11,2%. Namun angka ini sudah cukup meningkat dibandingkan 2015 yang sebesar 4%.

"Kita menuju 23% di 2025. Artinya kalau kita melakukan business as usual, mudah-mudahan ini bisa tercapai, dan di 2050 31%, kemudian di 2060 di mana kita punya target net zero emission, mudah-mudahan EBT sudah di atas 50%," harapnya.

Pengukuran ketahanan energi sendiri menggunakan aspek 4A (availability, affordability, accessibility, dan acceptability) dan metode pembobotan menggunakan AHP (analisa hierarchy process).

Aspek availability adalah ketersediaan sumber energi dan energi baik dari domestik maupun luar negeri. Selanjutnya aspek affordability yaitu keterjangkauan biaya investasi energi, mulai dari biaya eksplorasi, produksi dan distribusi, hingga keterjangkauan konsumen terhadap harga energi.
Kemudian aspek accesibility adalah kemampuan untuk mengakses sumber energi, infrastruktur jaringan energi, termasuk tantangan geografik dan geopolitik. Sedangkan aspek acceptability adalah penggunaan energi yang peduli lingkungan (darat, laut dan udara) termasuk penerimaan masyarakat.

"Dukungan transisi energi secara umum dapat dilakukan melalui regulasi harga gas sebesar USD 6/MMBTU, Rancangan Undang-Undang EBT dan Rancangan Perpres Harga EBT. Tak hanya itu, terdapat beberapa dukungan lain dari pemerintah, seperti penyusunan Rancangan Perpres Cadangan Penyangga Energi, zero flaring gas, RUPTL 2021-2030, serta PLTS Atap," ujar Djoko. (TIA)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement