sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Apakah Pesta Komoditas Kali Ini Tidak akan Diikuti Boom Properti?

Economics editor Maulina Ulfa - Riset
15/09/2023 07:30 WIB
Momentum kenaikan harga komoditas biasanya akan berdampak pada naiknya harga properti. Begitulah kepercayaan pasar yang selama ini dianut.
Apakah Pesta Komoditas Kali Ini Tidak akan Diikuti Boom Properti? (Foto: MNC Media)
Apakah Pesta Komoditas Kali Ini Tidak akan Diikuti Boom Properti? (Foto: MNC Media)

Di pasar minyak, West Texas Intermediate (WTI) naik menuju USD89 per barel, tepatnya di level USD88,74 per barel pada Kamis (14/9/2023).

Sementara minyak Brent naik ke level USD92,25 per barel pada perdagangan yang sama. Kedua patokan harga minyak dunia ini telah menguat masing-masing 10,21 persen dan 9,42 persen dalam sebulan menurut data Trading Economics.

Harga WTI mendekati level terkuat dalam sepuluh bulan di tengah ekspektasi bahwa pasar minyak global akan semakin ketat dalam beberapa bulan mendatang.

Di sisi lain, harga minyak sawit atau crude palm oil (CPO) melanjutkan tren penurunan harga di level MYR3.683 per metrik ton (MT) pada perdagangan Selasa (12/9/2023).

Harga CPO telah mengalami penurunan selama tujuh hari beruntun. Saat ini, harga CPO masih berada di level support di kisaran MYR3.670/MT. Sebelumnya, harga CPO sempat menembus level MYR4.040/MT pada awal September lalu.

Sayangnya, penjualan properti residensial RI triwulan I 2023, terkontraksi sebesar 8,26 persen yoy. Angka ini lebih rendah dibanding kuartal terakhir 2022 yang tumbuh positif sebesar 4,54 persen.

Memasuki triwulan II, penjualan properti residensial di pasar primer juga masih melanjutkan kontraksi sebesar 12,30 persen yoy dan lebih dalam dari kontraksi triwulan sebelumnya. (Lihat grafik di bawah ini.)

Kondisi suku bunga acuan pada 2023 juga berada di level yang sama dengan 2012 di level 5,75 persen.

Saat ini BI masih memberlakukan Loan to Value 100 persen, alias DP 0 persen. Hal ini seharusnya bisa menjadi salah satu katalis positif untuk meningkatkan demand masyarakat dalam pembelian properti.

Seharusnya beberapa kondisi ini membuat properti lebih menarik dibandingkan sepuluh tahun lalu.

Namun, konsumsi terbukti masih melemah, termasuk di sektor properti. Padahal, menurut data BPS, konsumsi adalah tulang punggung PDB kita, menyumbang 53 persen pada 2022.

Riset Algo Research memperkirakan konsumsi pada 2023 akan melambat karena daya beli, terutama pada segmen menengah ke bawah, mulai tergerus akibat meningkatnya inflasi dan melambatnya pertumbuhan pendapatan.

“Kami sudah melihat tren penurunan daya beli konsumen sejak semester 2 2022 seiring dengan meningkatnya inflasi. Berdasarkan perkiraan penelitian kami, inflasi yang disesuaikan dengan pertumbuhan pendapatan terus melambat dan menyusut ke wilayah negatif tahun ini,” tulis Algo Research.

Pemulihan yang tidak merata secara struktural di seluruh sektor ekonomi telah menyebabkan situasi ini, dimana kelompok menengah ke bawah mengalami pertumbuhan pendapatan yang stagnan/menurun. Sementara kelompok kaya semakin kaya.

Booming komoditas tahun lalu juga disebabkan oleh kenaikan harga dan tidak diikuti oleh produksi atau belanja modal yang lebih tinggi.

Artinya, keuntungan booming komoditas hanya dinikmati para pemegang saham melalui dividen. Keuntungan yang didapat tidak digunakan untuk menciptakan lapangan kerja tambahan.

Menurut Algo Research, para penikmat keuntungan ini kemungkinan besar membelanjakan uang mereka digunakan untuk belanja barang mewah yang semakin menguntungkan pengusaha kaya. (ADF)

Halaman : 1 2 3 Lihat Semua
Advertisement
Advertisement