IDXChannel - Momentum kenaikan harga komoditas biasanya akan berdampak pada naiknya harga properti. Begitulah kepercayaan pasar yang selama ini dianut.
Hal ini terjadi di era 2012-2013, di mana boom komoditas mampu mengerek sektor properti.
Dalam periode tersebut, harga rumah meroket akibat tingginya permintaan akan rumah. Pertumbuhan indeks saham properti juga ikut terkerek pada periode waktu itu.
Memasuki dekade 2020-an, boom komoditas kembali terjadi pasca invasi Rusia ke Ukraina pada 2022. Namun, booming komoditas tahun lalu tidak disertai dengan meroketnya kinerja sektor properti.
Mimpi Booming Properti 2022 dan Kilas Balik 2013
Bank Indonesia (BI) mencatat, penjualan properti residensial pada kuartal terakhir 2022 di pasar primer tumbuh 4,54 persen secara tahunan (year-on-year/yoy). Pertumbuhan itu melambat dibandingkan pada kuartal sebelumnya yang mencapai 13,58 persen.
Pelambatan penjualan properti residensial primer ini dipengaruhi sejumlah faktor. Salah satunya adalah kenaikan harga bahan bangunan, masalah perizinan dan suku bunga KPR yang mencekik.
Selama 2022 juga merupakan era di mana harga komoditas mengalami kenaikan cukup signifikan. Terutama setelah invasi Rusia ke Ukraina yang menyebabkan harga komoditas melambung.
Harga minyak dunia WTI sempat melambung di level USD120 per barel pada Mei 2022, sementara minyak Brent sempat mencapai USD133 per barel di bulan Maret 2022. Harga batu bara sempat menyentuh USD439 per ton pada Semptember 2022.
Namun, menjelang akhir tahun hingga awal 2023, harga komoditas terus mengalami tekanan. Harga minyak mentah dunia turun di bawah USD100 per barel dan harga batu bara telah terkontraksi 50,96 persen sejak pertengahan September 2022, menurut data Barchart.
Komoditas andalan RI lainnya, yakni minyak sawit (CPO) juga menemui momentumnya pada 2022 yang harganya mencapai level tertinggi pada April 2022 mencapai MYR7.100 per ton. (Lihat grafik di bawah ini.)
Namun, kenaikan komoditas ini tak seperti momentumnya pada 2013 yang diikuti meroketnya harga properti.
Pada dekade 2010, meskipun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia kala itu mengalami penurunan, PDB sektor real estate justru mengalami peningkatan, terutama dari kuartal IV 2011.
Walaupun sempat mengalami penurunan pada dua kuartal berikutnya, PDB real estate mengalami peningkatan hingga mencapai puncaknya pada kuartal I 2013 dan menjadi periode booming properti.
Tingginya PDB Indonesia, terutama PDB real estate yang tentunya disebabkan adanya kenaikan pada pra penjualan properti.
Kenaikan ini terjadi sejak 2011 dan beberapa emiten mencapai puncak pra penjualan pada 2013. Alhasil, laba emiten properti meledak sepanjang 2013 hingga 2014.
Kondisi inflasi dan suku bunga acuan juga cukup berbeda dengan saat ini. Sepanjang 2012 hingga 2013, inflasi Indonesia terjaga di bawah sekitar 5 persen. Sedangkan suku bunga acuan sebesar 5,75 persen. Inflasi dan suku bunga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Akan tetapi pada akhir 2013, inflasi meningkat tajam ke angka 8 persen. Begitu juga dengan suku bunga acuan yang meningkat pada akhir 2013 mencapai 7,5 persen.
Dengan naiknya suku bunga acuan ini, suku bunga KPR juga ikut terkerek.