Perwakilan Maxim itu mencontohkan, misalnya pada ketetapan tarif batas bawah dan atas yang tertuang dalam PM (Peraturan Menteri) Nomor 118 Tahun 2018, seharusnya melalui PM tersebut juga dihitung secara rinci bagaimana mekanisme dan kompenen biaya pengenaan tarifnya.
"Namun kompenen biaya tersebut ternyata tidak diatur secara rinci, belum ada ketentuannya, akibatbya di beberapa kota, penetapannya mengikuti ketentuan yang kurang relevan dengan bisnis kita, sehingga tidak baik untuk kami sebagai aplikator maupun untuk mitra kami," sambungnya.
Selanjutnya perwakilan Maxim itu juga mengutarakan tentang minimnya pelibatan para penyedia aplikasi ojek online saat pemerintah merumuskan kebijakan. Misalnya pada penerbitan KP (Keputusan Menteri) Nomor 667 Tahun 2022, yang justru malah ditunda penerapannya untuk ojek online.
"Kami menilai hal ini tidak perlu terjadi apabila dari aplikator bisa dilibatkan lebih jauh sejak awal," pungkasnya. (NIA)