Untuk diketahui, saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Senin (27/3/2023), Menkeu Sri Mulyani mengatakan, transaksi mencurigakan Rp349 di Kemenkeu seperti dilaporkan PPATK bukan TPPU maupun korupsi.
Menurut Sri Mulyani, data yang terkait PNS di Kemenkeu hanya Rp3,3 triliun. Nilai itu, kata Sri Mulyani, merupakan transaksi debit kredit pegawai termasuk penghasilan resmi, transaksi keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 2009 sampai 2023 yang telah ditindaklanjuti.
"Jadi yang benar-benar berhubungan Rp3,3 triliun periode 2009-2023. Seluruh transaksi debit kredit pegawai, termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, jual beli aset, jual beli rumah, itu Rp3,3 triliun," katanya.
Data yang diungkap Sri Mulyani tersebut berbeda dengan Mahfud MD. Sehingga saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Anggota Komisi III DPR menanyakan penyebab perbedaan itu.
Mahfud kemudian menjelaskan, salah satu kesalahan Sri Mulyani adalah saat menyampaikan nilai transaksi Rp3,3 triliun yang merupakan akumulasi transaksi debit kredit pegawai Kemenkeu kepada Komisi XI DPR. Sri Mulyani mengatakan, nilai itu termasuk penghasilan resmi, transaksi dengan keluarga, dan jual beli harta untuk kurun waktu 2009-2023 yang telah ditindaklanjuti.
Namun Mahfud meluruskan pernyataan Sri Mulyani tersebut karena nilai transaksi yang sebenarnya adalah Rp35,5 triliun. Nilai tersebut melibatkan 461 entitas dari aparatur sipil negara (ASN) Kemenkeu, 11 entitas dari ASN kementerian/lembaga lain, dan 294 non ASN.
"Transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kementerian Keuangan, kemarin Ibu Sri Mulyani di Komisi XI hanya Rp3 triliun, yang benar Rp35 triliun," kata Mahfud dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR, Rabu (29/3/2023) lalu.
(FRI)