sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Diperiksa Bareskrim Terkait Donasi Boeing, Eks Presiden ACT: Saya Siap Dikorbankan!

Economics editor Puteranegara
13/07/2022 02:32 WIB
Mantan Presiden Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin telah selesai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri.
Diperiksa Bareskrim Terkait Donasi Boeing, Eks Presiden ACT: Saya Siap Dikorbankan! (FOTO: MNC Media)
Diperiksa Bareskrim Terkait Donasi Boeing, Eks Presiden ACT: Saya Siap Dikorbankan! (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Mantan Presiden Lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin telah selesai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri. Kali ini iya diperiksa terkait donasi korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 yang diberikan Boeing ke ACT.

Usai diperiksa, Ahyudin mengaku siap dikorbankan. Namun, entah apa maksud pernyataan yang dilontarkan oleh Ahyudin tersebut. 

"Demi Allah saya siap berkorban atau dikorbankan sekalipun asal semoga ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan yang insya allah lebih besar manfaatnya untuk masyarakat luas tetap bisa hadir eksis berkembang dengan sebaik-baiknya," kata Ahyudin di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (12/7/2022).

Ia mengaku bahwa, akan siap menerima apapun keputusan dari penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri terkait proses hukum yang sedang disidik. 

"Oiya apapun dong, apapun jika sewaktu-waktu ke depan begitu ya saya harus berkorban atau dikorbankan ya asal ACT sebagai sebuah lembaga kemanusiaan milik bangsa ini tetap eksis hadir memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat luas saya ikhlas saya terima ya dengan sebaik-baiknya," ujar Ahyudin. 

Diketahui, Bareskrim mengusut dugaan penyalahgunaan dana bantuan kompensasi untuk korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 pada 2018. Pasalnya, Boeing menunjuk ACT sebagai pengelola dana sosial. Semula, dana diperuntukkan untuk membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi para ahli waris korban.

Sebagai kompensasi tragedi kecelakaan, Boeing memberikan dua santunan, yakni uang tunai kepada para ahli waris masing-masing sebesar US$144.500 atau sebesar Rp2,06 miliar, dan bantuan non tunai dalam bentuk CSR.

Namun dana yang diberikan diduga dikelola dengan tidak transparan dan menyimpang. Beberapa diantaranya, kata polisi, digunakan untuk kepentingan pribadi para petinggi organisasi filantropi itu.

Dalam mengusut kasus ini, polisi mendalami Pasal 372 jo 372 KUHP dan/atau Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) jo Pasal 5 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan dan/atau Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (RRD)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement