Lebih jauh, Irfan tidak memungkiri bahwa tantangan di industri penerbangan saat ini semakin besar. Katanya, harga avtur terus meningkat dan ada tantangan global terkait dengan restorasi armada, sehingga berdampak pada pergerakan cost atau biaya.
"Tidak bisa dipungkiri tantangan industri ini memang menakjubkan. Harga avtur terus meningkat, berdampak pada pergerakan cost dan juga tantangan dari secara global terkait dengan restorasi armada. Jadi memang sampai saat ini, tidak seluruh armada kita terbangkan karena memang ada isu dari sisi sparepart, antrean, dan lainnya," ujar Irfan.
Irfan menambahkan, dari segi ekuitas, Garuda Indonesia masih minus hampir USD1,3 miliar, di mana ini adalah penurunan yang sangat drastis dibanding sebelum PKPU yang mencapai USD6 miliar. Dia menyebut, operating revenue dan EBITDA mengalami kenaikan, yakni mendekati hampir USD3 miliar.
Sementara EBITDA selama ini selalu dipastikan tumbuh terus menerus dan net income sudah positif dari tahun lalu. Dan dibanding periode 2022, kata Irfan, setiap pesawat Garuda menghasilkan revenue lebih banyak.