IDXChannel - Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai inflasi Amerika Serikat (AS) bisa berdampak buruk bagi sektor riil Indonesia.
Menurutnya, tingkat inflasi AS pada Agustus 2022 memang lebih rendah meskipun masih berada di atas 8%. Itu berarti tingkat inflasi masih relatif tinggi dan berpotensi mendorong The Fed memperketat tingkat suku bunga.
"Kalau itu diberlakukan, nah ini dampaknya satu, bisa mendorong juga tingkat suku bunga global termasuk juga negara-negara berkembang seperti Indonesia," ujarnya kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (14/9/2022).
Dia melanjutkan Bank Indonesia akan terdorong untuk menaikan tingkat suku bunga ke depannya. Apalagi inflasi di dalam negeri diproyeksi melonjak akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
Faisal menilai kemungkinan besar BI akan melakukan pengetatan moneter. Kalau pengetatan moneter terjadi berarti permintaan dan penyaluran kredit perbankan ke sektor riil akan makin lambat. "Artinya sektor riil kinerjanya akan terdampak buruk akibat itu," terang Faisal.
Dari sisi perdagangan, pengetatan tingkat suku bunga The Fed memang dimaksudkan untuk mengendalikan inflasi. Kebijakan itu bakal mengurangi peredaran uang di dalam negeri AS.
Dengan begitu, dapat mengurangi permintaan agregat di Amerika Serikat. Artinya termasuk permintaan terhadap produk-produk impor.
"Ekspor Indonesia dan juga negara-negara lain ke Amerika itu akan terdampak dari sisi volume dari sisi permintaan, jadi artinya menekan dari sisi pertumbuhan ekspor juga," ujarnya.
(FRI)