Sayangnya, kenaikan tarif cukai yang eksesif 2 tahun ini, berdampak negatif pada PDB industri hasil tembakau legal dan perekonomian secara umum, mengingat keterkaitan rantai nilai industri hasil tembakau legal sangat panjang.
Merujuk data resmi GAPPRI, sejak tahun 2019 ke tahun 2021 khusus hanya PDB riil industri hasil tembakau legal turun sekitar Rp8,4 triliun. Artinya, terjadi penurunan produksi yang diukur secara monoter.
Kendati dimasukkan inflasi dan faktor kenaikan harga lainnya yang terlihat pada nilai PDB nominal, PDB nominal IHT pada tahun 2020 turun sebesar Rp5,03 triliun, sementara pada tahun 2021 turun lagi sebesar Rp4,00 triliun.
Menurut Henry Najoan, penurunan PDB riil dan PDB nominal ini mengindikasikan bahwa industri hasil tembakau legal menjadi korban kebijakan cukai yang seyogianya diberi bantuan penyelamatan oleh pemerintah sesuai amanat UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian dalam rangka penyelamatan perekonomian nasional.
“Mengingat dampaknya yang besar, kami memandang perlu arah kebijakan cukai hasil tembakau yang memberikan kepastian iklim usaha yang sehat demi kelangsungan industri hasil tembakau nasional,” pungkasnya. (TYO)