IDXChannel - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengungkapkan adanya problematika yang hadir di industri sawit indonesia lantaran adanya tumpang tindih regulasi.
Sebagai contoh, peningkatan konsumsi di pasar global yang diperkirakan terjadi dalam beberapa tahun ke depan tidak dibarengi dengan pertumbuhan produksi minyak sawit, baik itu minyak sawit mentah (CPO) ataupun minyak kernel (PKO).
Padahal, Indonesia merupakan produsen sekaligus eksportir terbesar kelapa sawit dunia.
"Setelah kami petakan, setidaknya 31 instansi pemerintah terlibat dalam pengambilan kebijakan, itu mulai dari daerah hingga pemerintah pusat," ujar Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) M Hadi Sugeng dalam keterangan tertulis, Senin (25/9/2023).
Kasus lainnya, terkait identifikasi kawasan hutan di mana perusahaan sawit yang mulanya sudah diberikan Hak Guna Usaha (HGU) atau petani yang memiliki Surat Hak Milik (SHM), diidentifikasi masuk kawasan hutan. Adapun penetapan melalui rekomendasi gubernur dan juga berbagai instansi terlibat.
"Semestinya pelaku usaha yang sudah memiliki SHM atau HGU sudah final, karena dalam prosesnya melibatkan semua institusi terkait dan juga mempertimbangkan tata ruang yang ada," sambung Sugeng.
Pemerintah Indonesia pun mengimplementasikan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (UUCK) yang akan membebankan denda administratif bagi pelaku usaha serta dikembalikannya perkebunan menjadi kawasan hutan setelah satu daur tanaman kelapa sawit.
"Gapki mengharapkan kepastian kebijakan agar tercipta industri yang berkelanjutan dan kesinambungan investasi," ungkap Sugeng.
Menurutnya saat ini kelapa sawit Indonesia menguasai sekitar 58% pasar minyak nabati global dan lebih dari 40% pasar minyak kelapa sawit global. Tapi beberapa tahun belakang produksi minyak sawit Indonesia stagnan di 51 juta ton. Begitu juga dengan kinerja ekspor juga menurun.
"Meskipun volume ekspor meningkat di tahun ini, tapi nilainya menurun akibat harga," pungkasnya. (NIA)