"Dari umur 15 tahun sudah ikut bikin tahu. Ikut Ayah sendiri, diajari dari A sampai Z soal pembuatan tahu. Kalau di sini (Cipayung) mulai 1986, ikut orang (sebagai karyawan)," tutur Mardi.
Juragan
Seiring dengan terjadinya krisis moneter pada 1998, bisnis tahu di mana Mardi bekerja kolaps, terdampak oleh harga bahan baku yang melambung dan anjloknya daya beli masyarakat.
Alhasil, pendapatan yang didapat Mardi dari Sang Majikan juga terganggu, dan bahkan secara nominal juga terpangkas habis-habisan. Dari sana lah Mardi mulai berpikir bahwa hidup tidak akan bisa tenang bila masih bergantung pada orang lain.
"Jadi ketimbang ikut orang, saat itu saya putuskan untuk merintis (bisnis) sendiri. Karena biar pun kecil, tetap saja itu bisnis kita sendiri. Kita juragannya. Tapi kalau ikut (bekerja ke) orang (lain), mau sebesar apa pun bisnisnya, kita tetap karyawan. Bukan juragan," papar Mardi.
Mengawali bisnisnya sendiri, Mardi memulai produksi dengan mengolah 30 kilogram bahan baku kedelai. Hasil produksi juga dia pasarkan sendiri dari lapak ke lapak pedagang sayur di pasar, warung-warung penjual makanan, kedai kopi hingga penjual gorengan.