IDXChannel - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai, hukum adat membuat minat investasi di daerah lebih rendah. Hal ini sebagaimana polemik dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terkait beberapa klausula yang berdampak bagi dunia usaha.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Hariyadi Sukamdani menyebut, salah satunya terkait Pasal Pemidanaan Atas Perbuatan Melawan Hukum Yang Hidup Dalam Masyarakat.
Adapun yang dimaksudkan dengan hukum yang hidup dalam masyarakat adalah berkenaan dengan Hukum Adat yang diakomodasi dalam RKUHP ini.
"Pengakomodasian Hukum Adat dalam RKUHP ini berpotensi mengakibatkan over kriminalisasi terhadap perbuatan-perbuatan yang sebenarnya tidak diatur dan dilarang dalam perundang-undangan, sehingga justru bertentangan asas legalitas dan kepastian hukum, karena hukum adat itu sesungguhnya hanya perlu dihormati, diakui dan dijamin eksistensinya saja tanpa perlu dimasukkan dalam RKUHP," terang Hariyadi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Bagi sektor usaha, lanjut dia, pengakomodasian hukum adat ini menimbulkan ketidakpastian hukum serta dapat menurunkan minat investasi di daerah tersebut, karena adanya keharusan memenuhi kewajiban adat setempat.
Selain itu, pengakomodasian hukum adat ini dalam RKUHP juga berpotensi disalahgunakan karena proses pemidanaan bisa tetap dilakukan selama dianggap melanggar adat-istiadat setempat meskipun tidak ada aturan tertulisnya sekalipun.
Hariyadi menjelaskan, terkait struktur hukum, harus jelas apalagi negara kita ini sudah menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tentunya yang diutamakan adalah hukum yang berlaku secara umum.
"Kalau kita bicara hukum adat, pada dasarnya itu juga akan menjadi masalah karena setiap daerah itu bisa mempunyai persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu masalah," ungkapnya.
Ia pun memberi contoh, misalnya suatu perusahaan telah membeli tanah dari suatu adat, semua transaksi sudah disepakati, namun akan menjadi masalah jika ada anggota adat lain yang merasa bahwa tanah yang dibeli itu juga tanah ulayatnya.
"Kalo seperti ini terus menerus dan apalagi di akomodir di RKUHP ini maka justru ini akan menimbulkan ketidakpastian hukum," cetus Hariyadi.
Lebih lanjut dia menyampaikan, bahwasanya yang perlu dipahami oleh khalayak luas terkait pertanahan, setelah Indonesia merdeka sudah jelas bahwa tanah yang belum dimiliki oleh masyarakat secara umum, maka semuanya miliki negara.
Maka, jika ada pihak yang merasa memiliki tanah ulayat yang mungkin sudah turun temurun maka wajib mengajukan kepada negara. Dengan kata lain mengajukan untuk itu menjadi hak miliknya.
"Itu sebenarnya sudah jelas. Ini yang menurut pandangan kami harus dilihat dari perspektif kepastian hukum kita ke depan. Karena kalau nanti sampai ini terjadi seperti yang saya sampaikan itu maka akan sulit bagi suatu investasi masuk ke suatu daerah karena pasti akan mengalami gangguan," terang Hariyadi.
Oleh karena itu, penting bagi pengusaha untuk diajak diskusi bersama dengan DPR guna membahas RKUHP ini. Namun sayangnya, sampai hari ini APINDO belum juga dilibatkan.
"Sampai hari ini APINDO dan juga rekan-rekan dari dunia bisnis belum diajak bicara oleh DPR di dalam pembahasan atas materi yang ada di dalam rancangan kitab undang-undang hukum pidana. Ini tentunya menjadi hal yang penting bagi kami," ujar
Guna pertemuan ini bisa berlangsung, Hariyadi mengaku telah mengirimkan surat kepada DPR untuk diadakan rapat dengar pendapat umum.
(DES)