Adhi mengklaim, pembatasan kandungan gula, garam dan lemak justru akan mempengaruhi fungsi teknologi dan formulasi pangan. Sebab, hampir tidak ada produk pangan yang tidak memiliki kandungan gula, garam dan lemak kecuali air mineral.
Dia pun meminta pemerintah agar bersedia menunda peraturan turunan tersebut dan membuat roadmap, pilot project bersama stakeholder terkait termasuk pakar teknologi pangan dan gizi di Indonesia. Mengingat peraturan krusial yang menentukan arah bangsa ke depannya perlu memprioritaskan kepentingan Nasional (National interest) di atas segala-galanya.
“Kedaulatan negara hendaknya menjadi tujuan yang utama, bukan semata-mata kepentingan beberapa gelintir kelompok yang menjadi pertimbangan namun justru berpotensi melemahkan daya saing bangsa, hilangnya kesempatan berusaha bahkan menutup mata pencaharian, terlalu mahal harga yang harus dibayar oleh negara dari keluarnya PP ini,” kata Adhi.
Sebagai informasi, pemerintah telah menerbitkan PP No.28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pada 26 Juli. PP ini dihadirkan guna menjawab sejumlah tantangan kesehatan, salah satunya kandungan gula, garam, dan lemak.
Hal tersebut untuk merespons isu seperti diabetes, yang menjadi salah satu penyebab kematian terbesar secara global serta di Indonesia. Menurut Kementerian Kesehatan, diabetes serta penyakit turunannya seperti penyakit jantung, stroke, menjadi beban terbesar dalam Jaminan Kesehatan Nasional.
(Dhera Arizona)