IDXChannel - Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengaku sulit untuk melakukan penertiban truk ODOL (Over Dimension Over Load). Padahal, keberadaannya merugikan negara dari jalanan yang rusak akibat dilintasi truk tersebut.
"Pembatasan ODOL kita tunggu perintah Kemenhub, (BUJT) juga sama, karena kan (berpengaruh) traffic management," ujar Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian PUPR Hedy Rahadian usai konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/2/2023).
Hedy menjelaskan, biaya preservasi jalan yang rusak akibat dilintasi oleh truk ODOL cukup besar. Bahkan bisa disebut tekor karena tidak sepadan dengan kontribusi truk ODOL terhadap pemasukan negara.
"Masalahnya banyak (penertiban ODOL), kemarin aja sudah didemo sama pengemudi kan. Jadi, artinya ada masalah yang harus diselesaikan, jangan sampai ada orang yang dirugikan," sambung Hedy.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi V DPR RI, Hedy memberikan salah satu contoh pada lintasan ODOL yang ada di Jambi. Truk batu bara yang melintas mempunyai kontribusi terhadap pemasukan negara sebesar Rp600 miliar dalam setahun, sedangkan biaya preservasinya sebesar Rp1,2 triliun.
"Ini memang menjadi buah simalakama untuk kita, secara sistem (negara) mendapatkan Rp600 miliar, kita harus spending Rp1,2 triliun, ini rugi bandar istilahnya," kata Hedy.
Bahkan, menurutnya, kalau pun dialokasikan Rp1,2 triliun, kemudian tidak ada pengaturan tentang pembatasan truk tersebut, maka tentu jalan tersebut pun juga tidak akan bertahan lama. Artinya, pemerintah bakal terus nombok untuk memperbaiki jalan yang rusak akibat perlintasan batu bara, apabila tidak ada regulasi yang tegas.
"Jadi kalau ini pengaturan pengguna jalan tidak diperbaiki, maka menggunakan uang disitu (memperbaiki jalan truk batu bara) akan tidak efektif, bakal rusak lagi rusak lagi," pungkas Hedy.
(YNA)