IDXChannel - Ombudsman RI membeberkan hasil peninjauan lapangan di Blok Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Hal ini guna memastikan tata kelola dalam operasional pembangunan pertambangan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip lingkungan hidup.
Dari hasil peninjauan tersebut, Ombudsman menemukan adanya dampak lingkungan yang cukup serius akibat dari penambangan di Blok Mandiodo.
Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan, adanya kasus hukum yang terjadi pada wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Antam Tbk, di Blok Mandiodo, merupakan kasus yang serius untuk ditindaklanjuti.
"Terutama dalam aspek pelayanan publik yang berkaitan dengan perizinan operasional dan Rancangan Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) usaha tambang, peradilan kasus tersebut tentu harus membuktikan apakah dalam pelaksanaannya sudah sesuai dengan standar dengan pelayanan publik dan peraturan perundang-undangan yang berlaku," tuturnya dalam laporan Penyampaian Hasil Tinjauan Lapangan Ombudsman RI di Lokasi Tambang Nikel PT Antam Tbk Blok Mandiodo, di Gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (23/1/2024).
Dalam tinjauan lapangan ini, Hery mengungkapkan, sejumlah temuan Ombudsman RI terkait keluhan warga dan kondisi lingkungan di area pertambangan tersebut. Di Desa Tapumea, Ombudsman menemukan fakta bahwa sebelum adanya kegiatan pertambangan, sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan.
"Namun saat ini masyarakat sudah tidak bisa lagi melaut dan bertani karena perairan laut yang ada di sekitar Blok Mandiodo telah tercemar dengan aktivitas pertambangan. Selain itu, lahan pertanian telah dialihfungsikan menjadi lahan pertambangan," urainya.
Dampak lingkungan lainnya adalah terjadi pendangkalan pantai karena tidak adanya pengelolaan pertambangan oleh perusahaan, setidaknya 11 (IUP) yang sebelumnya melakukan eksploitasi di Blok Mandiodo.
Selain itu, tidak adanya pemeliharaan jalan umum baik dari pihak perusahaan maupun dari pihak pemerintah, membuat masyarakat lokal belum pernah merasakan jalan yang layak di desa mereka. Hal serupa juga terjadi di Desa Tapunggaya.
Sedangkan di Desa Mandiodo, kata dia, Ombudsman menemukan fakta bahwa kegiatan eksploitasi dimulai sejak 2007. Namun, tidak ada program CSR dari perusahaan-perusahan swasta.
"Hanya ada uang kompensasi atau biasa disebut uang debu. Terdapat kegiatan CSR ketika pihak PT Antam Tbk mengambil alih WIUP baik berupa pembangunan fisik maupun beasiswa," lanjut Hery.
Masyarakat Desa Mandiodo juga berharap PT Antam Tbk dapat membuka lapangan kerja bagi warga lokal dan segera menyelesaikan tanah masyarakat yang belum dibebaskan.
Selain itu, lanjut Hery, masyarakat berharap agar program CSR bisa dirasakan langsung oleh desa lingkar tambang tidak dialokasikan ke pusat kota di kabupaten.
"Masyarakat juga berharap agar pihak perusahaan khususnya PT Antam Tbk bisa memberdayakan UMKM yang ada di desa sehingga meningkatkan taraf hidup warga lokal," tukasnya.
(YNA)