Tak hanya itu, bentuk ketidak beimbangan lain disampaikan dan dipaparkan oleh pihak Sekarpura, dengan membandingkan kesiapan Bandara sebagai fasilitas utama angkutan udara, dengan stasiun atau terminal yang jauh memiliki potensi penularan yang lebih besar.
“Dari sisi kesiapan fasilitas Bandar Udara sebagai tempat perpindahan penumpang, sampai dengan saat ini adalah tempat yang teraman dalam hal pencegahan penularan Covid-19, baik berupa fasilitas pendukung (Sistem pengecekan suhu tubuh, Hand Sanitizer, Sterilisasi barang menggunakan sinar UV, dan lainnya), dan ketertiban dalam menggunakan aplikasi Peduli Lindungi sat penumpang melakukan check in (wajib menunjukkan sertifikat vaksin maupun scan barcode dari aplikasi Peduli Lindung, dan hasil tes Antigen atau PCR),” urainya.
Menurutnya untuk pencegahan penyebaran Covid-19, karena setiap Pilot dan Cabin Crew sudah diberikan vaksin dosis lengkap bahkan pada kesempatan pertama karena menjadi prioritas utama, selalu dilakukan penyemprotan disinfektan didalam pesawat, Crew Cabin setiap saat melakukan pengecekan dan menegur penumpang.
“Selama di dalam pesawat pun, setiap pesawat udara telah dilengkapi teknologi pengelolaan udara yang baik bernama High Efficiency Particulate Air (HEPA) filter atau penyaringan partikel yang kuat,” ujarnya.
Meski demikian, dari sisi lama waktu tempuh antara pesawat dan transportasi lain sangat berbeda dari segi potensi penularan Covid-19. Sekarpura menyimpulkan bahwa pemberlakuan hasil negatif tes PCR bagi penumpang pesawat tidak adil jika pemerintah beralasan aturan itu diterapkan.