Periode Pemilihan Umum (Pemilu) mendatang akan memiliki dampak pada pertumbuhan dan berbagai indikator makroekonomi lainnya di 2024.
Di satu sisi, Indonesia akan melaksanakan Pemilu Serentak untuk pertama kalinya dari level nasional hingga kabupaten/kota. Sehingga, kondisi ini mendorong terjadinya injeksi likuiditas dalam jumlah besar ke perekonomian akibat adanya pengeluaran kampanye dan belanja publik.
Besarnya dampak pengganda di perekonomian akan memicu konsumsi domestik selama tahun 2024. Namun, di sisi lain, panjangnya periode transisi kekuasaan hingga pemerintahan baru menjabat akan memperpanjang periode sentimen ‘wait-and-see’ oleh sektor swasta dan berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi dan investasi.
Ketatnya pasar tenaga kerja dan masih tingginya inflasi di beberapa negara maju mendorong berbagai bank sentral untuk menjaga rezim tingkat suku bunga ‘higher for-longer’.
Kondisi ketatnya kebijakan moneter global menggerus arus modal keluar dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dan menyulut terjadinya depresiasi pada mata uang.