sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Pedagang Pasar Induk Cipinang Beri Penjelasan Takaran Beras Bisa Tidak Sesuai

Economics editor Tangguh Yudha
12/08/2025 23:00 WIB
Pedagang yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan, berat beras bisa berubah karena penyusutan kadar air selama proses penyimpanan di gudang.
Pedagang Pasar Induk Cipinang Beri Penjelasan Takaran Beras Bisa Tidak Sesuai. Foto: iNews Media Group.
Pedagang Pasar Induk Cipinang Beri Penjelasan Takaran Beras Bisa Tidak Sesuai. Foto: iNews Media Group.

IDXChannel - Belakangan ini publik dihebohkan dengan beras yang tidak sesuai takaran. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebut itu terjadi pada 212 merek beras yang beredar di pasaran hingga menyebabkan masyarakat merugi Rp99 triliun per tahun.

Namun begitu, salah satu pedagang di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), Jakarta Timur, memberikan penjelasan bahwa kondisi tersebut bukan semata karena kesengajaan, melainkan akibat proses alami dari penyimpanan beras.

Pedagang yang enggan disebutkan namanya itu mengatakan, berat beras bisa berubah karena penyusutan kadar air selama proses penyimpanan di gudang. Menurutnya, hal ini lumrah dalam perdagangan beras.

"Kita pasti waktu kita bongkar kan kita tes. Ada yang cukup, ada yang pas takarannya. Ada yang pas-pasan 50 kilo. Ada yang 50,20 gram. Ada yang kurang 1 ons. Ada yang kurang 2 ons. Itu (tetap) kita beli. Sampai di toko, kita kan nggak bisa langsung jual," ujarnya saat ditemui, Selasa (12/8/2025).

Beras seringkali harus disimpan terlebih dahulu selama beberapa hari bahkan hingga dua minggu sebelum dijual ke konsumen. Dalam periode tersebut, beras bisa kehilangan kadar airnya secara alami, sehingga beratnya pun menyusut.

"Kadar airnya makin turun. Waktu beli, misalnya kita beli, waktu itu timbangan 50,20 gram, misalnya. Itu anggaplah tiga hari, dia pasti susut. Pas di gudang dua minggu, kadar airnya susut, timbangan juga ikut turun. Itu sebenarnya wajar. Namanya penyusutan beras. Tapi itu yang dipermasalahkan," kata dia.

Dirinya berharap pemerintah dan masyarakat dapat memahami bahwa fenomena susut berat akibat penguapan kadar air merupakan hal alami, bukan untuk mencari keuntungan.

"Jadi, kita gimana ngomongnya, namanya itu kan tanaman hidup. Makanan pokok. Kalau kadar airnya 13 persen lebih, kita nggak bakal takut susut," ujarnya.

(NIA DEVIYANA)

Halaman : 1 2
Advertisement
Advertisement