IDXChannel - Menteri BUMN, Erick Thohir, akhirnya mengungkap alasan pemerintah yang akhirnya memberikan dana dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2021 untuk pembiayaan Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB). Tujuan penggunaan APBN untuk mempercepat penyelesaian konstruksi KCJB.
Pendanaan KCJB dalam skema penyertaan modal negara (PMN) perlu dilakukan untuk menyelesaikan pembangunan proyek strategi nasional (PSN) tersebut. Pasalnya, sumber pendanaan lain seperti membuka opsi bagi investor di luar konsorsium Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) tidak memungkinakan untuk dilakukan pemerintah.
Menurut Erick, KCJB merupakan investasi di sektor konstruksi yang keuntungannya dalam jangka waktu panjang. Sehingga tidak memungkinkan untuk diserahkan ke mekanisme pasar saat ini. Sementara, pendanaan dibutuhkan untuk menyelesaikan proses pembangunannya.
"Sama seperti saya meminta PMN untuk restrukturisasi, tetapi tidak perlu uang APBN, ya kita cari market, mekanisme pasar, cuman kereta cepat ini tidak mungkin pasar, karena ini masih lama," ujar Erick, Selasa (16/11/2021).
Alasan lain, kata Erick, KCJB tidak semata business to business (B to B). Namun, ada program penugasan negara yang dijalankan BUMN Karya yang tergabung dalam consortium BUMN atau PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Sehingga pemberian PMN perlu dilakukan.
"Bahwa konsorsium itu banyak dari karya-karya (BUMN), yang tidak hanya kereta cepat, tetapi di masalah penugasan lain bahwa karya-karya ini harus dibantu, salah satunya apa yang dilakukan karya-karya, kemarin itu namanya PMN," kata dia.
KCJB akan memperoleh PMN sebesar Rp4,3 triliun dari pemerintah. Saat ini, PMN telah disetujui dan akan dikucurkan. Direktur Utama PT KCIC Dwiyana Slamet Riyadi mengatakan, PMN tersebut diberikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) selaku leading atau pimpinan consortium BUMN.
Secara rinci, struktur pembiayaan KCJB adalah 75 persen berasal dari pendanaan China Development Bank (CDB) dan 25 persen dibiayai dari ekuitas konsorsium.
Dari 25 persen ekuitas, 60 persen berasal dari konsorsium Indonesia karena menjadi pemegang saham mayoritas. Sehingga pendanaan dari konsorsium Indonesia sekitar 15 persen dari proyek. Sedangkan sisanya sebesar 85 persen dibiayai dari ekuitas dan pinjaman pihak China. (TYO)