sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Seperti Berada di Tepi Jurang, Ini Tantangan Ekonomi yang Dihadapi PM Rishi Sunak 

Economics editor Nia Deviyana
26/10/2022 06:48 WIB
Sunak memenangkan kontes kepemimpinan Partai Konservatif pada Senin (25/10/2022). Dia bukan orang baru di pemerintahan.
Seperti Berada di Tepi Jurang, Ini Tantangan Ekonomi yang Dihadapi PM Rishi Sunak. Foto: MNC Media.
Seperti Berada di Tepi Jurang, Ini Tantangan Ekonomi yang Dihadapi PM Rishi Sunak. Foto: MNC Media.

IDXChannel - Perdana Menteri (PM) baru Inggris, Rishi Sunak, resmi dilantik. Setelah bertemu Raja Charles, dia resmi menggantikan posisi Liz Truss yang hanya menjabat 45 hari.

Sunak memenangkan kontes kepemimpinan Partai Konservatif pada Senin (25/10/2022). Dia bukan orang baru di pemerintahan, di mana Sunak sebelumnya menjabat sebagai menteri keuangan di Kabinet PM Boris Johnson. 

Namun, meski punya pengalaman, Sunak akan ditantang pada kondisi yang sulit, seperti inflasi yang mencapai 10% (tertinggi dalam 40 tahun), perlambatan ekonomi Inggris, dan hingga resesi.

Melansir New York Times, Bank Sentral Inggris (BoE) terus menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi, dan BoE tidak akan memberikan pinjaman kepada pemerintah dan mulai bulan depan akan menjual kepemilikan obligasinya. Artinya, pemerintah akan lebih mengandalkan investor yang menuntut suku bunga lebih tinggi.

Dalam keadaan seperti ini, Sunak juga memiliki beberapa masalah yang mendesak untuk diselesaikan. Salah satunya adalah bagaimana mendukung rumah tangga yang terhimpit oleh kenaikan biaya energi, setelah perang Rusia di Ukraina menyebabkan volatilitas besar di pasar energi global. 

Pemerintah diharapkan mengembangkan kebijakan yang lebih murah untuk membantu rumah tangga yang paling rentan. Kebijakan serupa juga diminta diterapkan untuk membantu bisnis selama enam bulan.

Setelah menyisihkan puluhan miliar pound untuk menekan tagihan energi, pemerintah juga berada di bawah tekanan untuk menunjukkan bagaimana negara bisa mengontrol pinjaman, dalam upaya untuk memulihkan kredibilitas fiskal Inggris di pasar. 

Jeremy Hunt, menteri keuangan yang dilantik oleh Liz Truss dijadwalkan  menyampaikan pernyataan fiskal pada 31 Oktober 2022 yang kabarnya menunjukkan turunnya utang Inggris sebagai bagian dari pendapatan nasional dalam jangka menengah.

Hunt mengatakan untuk menurunkan jumlah utang, pemerintah harus bisa membuat keputusan yang sulit tetapi hasilnya menggiurkan. Hunt memerintahkan setiap departemen agar mengurangi pengeluaran anggaran dan berencana menaikkan tagihan pajak.

"Inggris adalah negara yang besar, tetapi tidak diragukan lagi kita menghadapi tantangan ekonomi yang besar. Kami sekarang membutuhkan stabilitas dan persatuan," kata Sunak, saat pidato singkat  Senin.

Hingga saat ini, Sunak belum memberikan keterangan terkait strategi ekonominya sebagai perdana menteri.

Pound saat dia dilantik diperdagangkan pada angka USD1,13 atau sedikit lebih tinggi dibandingkan posisi 22 September, sebelum adanya kebijakan pemotongan pajak oleh mantan PM Inggris, Liz Truss, yang mengakibatkan semakin jatuhnya perekonomian Inggris.

Imbal hasil obilgasi pemerintah jatuh dari level tertinggi baru-baru ini. Pada Senin sore, imbal hasil obligasi sepuluh tahun berada di angka 3,75% setelah ditutup pada angka 4% pada Jumat pekan lalu. Ini merupakan angka terendah semenjak pernyataan kebijakan fiskal oleh Truss pada September 2022.

Suku bunga yang menurun akan sedikit membuat Sunak menghirup udara segar. Menurunnya angka suku bunga akan mengurangi jumlah uang yang harus dibayar dan hal tersebut akan menyebabkan pengurangan pemotongan dan kenaikan pajak. Tetapi di sisi lain lain akan menyulitkan Inggris untuk keluar dari krisis ekonomi.

Data dari Purchasing Managers Index menyatakan aktivitas ekonomi Inggris menurun pada hari Senin (24/10/2022), karena industri yang bergerak pada sektor jasa mencatat terjadinya penurunan bulanan terburuk semenjak Januari 2021. Indeks jasa dan aktivitas manufaktur turun pada angka 4,72 poin, angka di bawa 50 poin mengartikan terjadinya kontraksi dalam aktivitas.

Ekonom di S&P Global Market Intelligence, Chris Williamson, mengatakan data menunjukkan laju penurunn ekonomi dengan menunggu momentum.

Pada Jumat, Lembaga Pemeringkat Kredit Moody’s menegaskan rendahnya peringkat kredit Inggris akan menyebabkan jumlah pinjaman pemerintah meningkat. Padahal sebelumnya, Moody’s memiliki pandangan yang positif terhadap ekonomi Inggris, namun saat ini berubah menjadi negatif.

Moody’s mengungkapkan pandangannya berubah menjadi negatif, karena adanya ketidakpastian Pemerintah Inggris dalam membuat kebijakan di tengah menurunnya pertumbuhan ekonomi dan tingginya tingkat inflasi. Moody’s juga menambahkan bahwa terdapat resiko meningkatnya jumlah pinjaman Pemerintah Inggris akan membuat pemerintah kesulitan dalam membayar utang, terutama jika terdapat kebijakan yang bersifat “melonggarkan”.

Hal-hal tersebut merupakan sebagian masalah yang dihadapi Pemerintah Inggris. Dalam menghadapi masalah tersebut, Pemerintah Inggris membantu rumah tangga berpenghasilan rendah, mendorong investasi untuk meningkatkan produktivitas, melancarkan hubungan perdagangan Inggris dan Eropa dan menghasilkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang tepat agar perusahaan mendapatkan pekerja yang tepat.

Direktur Jenderal Dagang Inggris, Shevaun Haviland, mengatakan butuh visi jangka panjang yang jelas terkait bagaimana perdana menteri baru akan menghadapi tantangan ke depan dan menciptakan kondisi bisnis yang memungkinkan perusahaa dan komunitas yang mengandalkannya untuk berkembang. (NIA)

Penulis: Ahmad Dwiantoro

Halaman : 1 2 3
Advertisement
Advertisement