Dia menceritakan, pada saat Presiden Joko Widodo (Jokowi) kampanye politik di periode kedua, Jokowi menyampaikan padanya bahwa dia mau memperbaiki kualitas perguruan tinggi di Indonesia.
"Caranya gimana? Kebetulan saya anggota Majelis Wali Amanat (MWA) disuruh pak Nadiem di UI, saya melihat lebih banyak 'dapurnya', bagaimana resources, governance, dan tantangan yang dihadapi Perguruan Tinggi, dan sebagai Menteri Keuangan juga mendapatkan report mengenai PTN-BLU dan PTN-BH, dari dulu bolak balik dari BH menjadi non BH, BLU dan lain-lain saya termasuk Menkeu yang ngikutin aja menterinya mau apa waktu itu. Sekarang minta jadi BH, BH loh Badan Hukum, bukan BH yang lain," kelakar Sri.
Tapi, sambung Sri, ide yang dia dukung adalah kemandirian dari sisi finansial menjadi sangat penting. Itu selalu dijadikan indikator penting untuk bisa meningkatkan kualitas perguruan tinggi, apalagi jika berbicara soal menjadi World Class University.
"Oleh karena itu, waktu pak Presiden menyampaikan caranya mendukung, ya saya menyarankan "Bapak janjikan saja dalam kampanye Bapak akan memberikan dana abadi perguruan tinggi." Kalau dilihat di kampanye beliau, ada seperti itu. Caranya menggunakan, universitas yang dapat duluan, waktu itu saya belum tahu, tapi sebagai Menkeu saya bertanggung jawab untuk merealisasikan janji Presiden mengenai anggaran abadi untuk Perguruan Tinggi, maka lahirlah itu anggaran abadinya," papar Sri.
Kemudian cara mengelolanya, menciptakan governance-nya, dan yang paling penting adalah bagaimana menggunakannya secara maksimal dengan usulan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim adalah dengan matching grand, yaitu dengan perguruan tinggi sendiri memiliki dana abadi dan LPDP.