sosmed sosmed sosmed sosmed
get app
Advertisement

Tak Puas Raup Jutaan Rupiah per Hari, Agus Pilih Sambut Tantangan Baru di Bojongsari

Economics editor taufan sukma
14/03/2024 08:35 WIB
Agus telah memiliki tiga cabang lain, yang semuanya berada di Bekasi.
Tak Puas Raup Jutaan Rupiah per Hari, Agus Pilih Sambut Tantangan Baru di Bojongsari (foto: MNC media)
Tak Puas Raup Jutaan Rupiah per Hari, Agus Pilih Sambut Tantangan Baru di Bojongsari (foto: MNC media)

IDXChannel - "Pericla timidus etiam quae non sunt videt (Mereka yang takut bahkan melihat bahaya yang sebenarnya tidak pernah ada)." Kalimat itu diucapkan oleh Publilius Syrus, seorang budak asal Syiria, yang kemudian justru dikenal luas sebagai salah satu penulis besar di masa Kerajaan Romawi.

Lewat kutipan tersebut, Syrus ingin mendorong setiap orang untuk berani mengejar apa pun yang diinginkan, dengan melawan rasa takut, yang menurutnya terkadang hanya ada dalam pikiran.

Berjarak ribuan tahun dan puluhan ribu kilometer dari sana, seorang pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Depok, juga menerapkan semangat yang sama dengan yang disampaikan oleh Syrus.

"Dulu saya buka di Bekasi. Daerah Cikunir. Hasilnya sih lumayan. Cuma sewa tempatnya makin lama makin mahal. Jam bukanya juga dibatasi. Jadi mending pindah, sekalian cari tantangan baru di Depok sini," ujar Agus, penjual Chinese Food, saat ditemui di warungnya, kawasan Bojongsari, Sabtu (9/3/2024).

Di Bojongsari, Agus menyewa tempat berjualan berupa rumah, yang berada tepat di pertigaan Bojongsari, yang mempertemukan lalu lintas dari arah RSUD Depok, arah Wates dan jalur arah Parung, Bogor. Lapak tersebut telah ditempatinya sejak 2020 lalu.

Empat Cabang

Selain di Bojongsari ini, Agus sebenarnya juga telah memiliki tiga cabang lain, yang semuanya berada di Bekasi. Namun, ketiga cabang tersebut semuanya dikelola oleh saudara dan kerabatnya.

"Kalau yang dikelola sendiri, ya yang di Cikunir itu, terus saya pindah ke sini ini. Ya itung-itung perluasan (bisnis) juga. Cari lokasi yang masih sepi. Kalau di Bekasi kan sudah rame. Sudah ada (cabang yang dikelola) saudara juga di sana," tutur Agus.

Diakui Agus, lokasi jualannya di Bojongsari pada dasarnya cukup strategis, karena aktivitas keramaian relatif terus terjaga selama 24 jam. Hanya saja, area parkir yang minim membuat para pembelinya cukup kesulitan bila ingin makan di tempat (dine in).

Karenanya, mayoritas pembelinya sejauh ini lebih banyak merupakan orderan dari layanan online, seperti GoFood, GrabFood dan juga Shopee Food. Sementara kalau pun ada pembelian langsung, sebagian besar juga untuk dibungkus (take away).

"Jarang banget yang makan di sini, karena parkirannya susah, dan juga lumayan bising. Jadi orang kurang nyaman," ungkap Agus.

Masih Sepi

Dengan kendala yang ada tersebut, Agus mengaku bahwa omzet penjualan hariannya masih belum bisa menyamai dengan yang didapat saat masih berjualan di daerah Cikunir.

Di lapaknya yang lama, Agus mengeklaim mampu mengantongi omzet sekitar Rp2 juta sampai Rp2,5 per hari. Namun di Bojongsari, omzet terbesar yang bisa didapatnya sejauh ini baru di kisaran Rp800 ribu sampai Rp1 juta saja dalam sehari.

Kondisi penjualan ramai, disebut Agus, baru dirasakannya justru saat terjadi pandemi COVID-19 lalu. Saat itu, omzet per hari yang didapat Agus secara rata-rata bisa mencapai Rp1,5 juta per hari.

"Beda dengan yang di cabang Bekasi, pas COVID-19 dulu minimal bisa dapat Rp5 juta per hari. Jadi memang pasarnya (di Bojongsari) yang belum terlalu bagus," papar Agus.

Harapan

Namun, justru dengan pasar yang demikian, Agus mengaku melihat peluang bagus, bahwa suatu saat kelak penjualannya bakal membaik, seiring dengan semakin meramainya pemukiman di kawasan tersebut.

Prediksi itu didasarkan Agus pada tren semakin massifnya pembangunan kawasan perumahan baru di kawasan tersebut. Tren peningkatan pembangunan terjadi seiring dengan telah mulai beroperasinya tiga pintu tol baru yang berada di dekat kawasan tersebut, yaitu pintu Tol Limo (ruas Tol Cinere-Jagorawi), pintu Tol Pamulang (ruas Tol Serpong-Cinere) dan juga pintu Tol Brigif (ruas Tol Depok-Antasari).

Dengan makin meramainya kawasan tersebut, Agus yakin bakal cukup diuntungkan, lantaran sejauh ini belum banyak pedagang makanan yang fokus berjualan menu Chinese Food seperti dirinya.

"Jadi ibaratnya pembuka jalan aja dulu. Kalau nanti sudah ramai, pelanggan kan sudah tahu warung kita. Harapannya ya jadi jujugan gitu," papar pria asal Boyolali, Jawa Tengah, ini.

Transaksi Digital

Yang menarik, dari seluruh penjualan yang dilayani saat ini, Agus mengaku bahwa mayoritas pembayaran telah dilakukan secara non-cash.

Selain penjualan melalui GoFood, GrabFood dan juga Shopee Food yang tentunya menggunakan uang digital, Agus menyebut bahwa sebagian besar pembelian langsung juga lebih banyak dilakukan menggunakan fasilitas QRIS.

"Alhamdulillah kita ada QRIS dari BRI (PT Bank Rakyat Indonesia Tbk), jadi sangat membantu. Karena pembeli biasanya turun dari angkot, pesen, terus bayar pakai QRIS gitu. Tinggal scan, beres. Lebih praktis dan juga aman," ungkap Agus.

Faktor keamanan tersebut, diakui Agus, menjadi faktor krusial, mengingat lokasi tempatnya berjualan berada di persimpangan jalan, di mana cukup banyak potensi kejahatan pencurian, penjambretan hingga pemalakan yang dapat terjadi.

Karenanya, saat membeli sesuatu di wilayah tersebut, Agus menyebut mayoritas pelanggannya lebih memilih untuk bertransaksi secara non tunai. 
Sedangkan bagi Agus sendiri, pilihan pembayaran menggunakan QRIS juga cukup aman, karena membuatnya tidak menyimpan uang tunai dalam jumlah banyak.

"Jadi kalau sampai ada preman yang minta-minta gitu, lebih aman, karena emang kita gak punya banyak uang tunai. Semuanya ada di rekening. Saya belanja bahan baku di pasar juga kebanyakan pakai QRIS. Jadi benar-benar gak pakai tunai lagi," tegas Agus.

Data Bank Indonesia

Pengakuan Agus seolah mengonfirmasi data yang sebelumnya telah dirilis oleh Bank Indonesia (BI), di mana semakin banyak masyarakat yang terbukti telah merasakan manfaat dari keberadaan QRIS.

BI mencatat adanya pertumbuhan nilai transaksi menggunakan QRIS hingga lebih dari 149 persen secara tahunan (year on year/YoY), dengan nilai mencapai Rp31,65 triliun.

Menurut Gubernur BI, Perry Warjiyo, jumlah pengguna QRIS secara nasional saat ini telah menembus 46,37 juta, dengan jumlah merchant mencapai 30,88 juta, yang sebagian besar didominasi oleh pelaku UMKM.

"Sementara, nilai pertumbuhan pembayaran menggunakan ATM, Debet dan Kredit mencapai Rp692,32 triliun, atau tumbuh sebesar 2,58 persen (yoy)," ujar Perry, dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI untuk Periode Februari 2024, pada Rabu (21/2/2024).

Sedangkan untuk nilai transaksi digital banking secara keseluruhan, menurut Perry, tercatat mencapai Rp5.335,33 triliun, atau tumbuh 17,19 persen (yoy).

Di lain pihak, nilai transaksi Uang Elektronik (UE) meningkat 39,28 persen (yoy), hingga mencapai Rp83,37 triliun.

Perry juga menegaskan bahwa keberadaan QRIS turut menjadi bagian tak terpisahkan dari keseluruhan transaksi ekonomi dan keuangan digital secara nasional.

"Sejauh ini kita melihat kinerja transaksi ekonomi dan keuangan digital tetap kuat. Hal ini didukung oleh sistem pembayaran yang aman, lancar, dan andal. Termasuk di antaranya melalui QRIS," tegas Perry. (TSA)

Halaman : 1 2 3 4 5 6 7
Berita Rekomendasi

Berita Terkait
Advertisement
Advertisement