IDXChannel - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor terbaru ke sejumlah negara. Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak dan terkena tarif resiprokal sebesar 32 persen.
Trump menyatakan kebijakan tarif tersebut berlaku sebagai upaya menyeimbangkan tarif perdagangan dengan negara mitra. Sebab, Presiden AS itu menilai, tarif yang dikenakan pada produk AS tinggi, sementara produk impor yang masuk ke negara tersebut dikenakan tarif yang rendah.
“Pembayar pajak (masyarakat AS) telah ditipu selama 50 tahun, namun sekarang tidak lagi,” kata Trump dalam pidatonya, dikutip dari AP News pada Kamis (3/4).
Dengan penetapan tarif tersebut, kinerja ekspor Indonesia bisa terdampak. Sebab, Amerika Serikat merupakan salah satu mitra dagang yang cukup penting bagi Indonesia.
Merujuk laman resmi Kementerian Perdagangan (Kemendag), AS memang merupakan penyumbang surplus perdagangan nonmigas Indonesia pada 2024. Angka surplus perdagangan Indonesia-AS sebesar USD16,08 miliar dari total surplus perdagangan nonmigas 2024, yaitu sebesar USD31,04 miliar.
Ekspor nonmigas Indonesia ke AS antara lain berupa garmen, peralatan listrik, alas kaki, dan minyak nabati.
Sementara itu, melansir data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada pertengahan Maret 2025, ekspor non migas Indonesia ke AS di Februari 2025 sebesar 11,26 persen atau sebesar USD2,35 miliar, naik dari Januari yang sebesar USD2,33 miliar.
Adapun, surplus perdagangan terbesar Indonesia terjadi dengan Amerika Serikat, sementara defisit terdalam dengan China. Pada Februari lalu, surplus perdagangan dengan AS sebesar USD1.570 juta.
Tiga komoditas utama penyumbang surplus terbesar yakni mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya, pakaian dan aksesorinya, serta alas kaki.
Sekadar informasi, kebijakan terbaru dari AS merupakan kenaikan pajak bersejarah yang dapat mendorong tatanan global ke titik kritis. Hal ini memicu transisi yang menyulitkan bagi banyak warga Amerika karena kebutuhan pokok kelas menengah seperti perumahan, mobil, dan pakaian diperkirakan akan menjadi lebih mahal, sekaligus mengganggu aliansi yang dibangun untuk memastikan perdamaian dan stabilitas ekonomi.
Meski begitu, Trump mengatakan tindakannya dilakukan guna mendatangkan pendapatan baru ratusan miliar dolar bagi pemerintah AS dan memulihkan keadilan dalam perdagangan global.
Ia telah berjanji pekerjaan produksi akan kembali ke Amerika Serikat sebagai dampak dari perlakuan tarif baru tersebut. Namun, sejumlah pihak berpendapat kebijakannya berisiko menyebabkan perlambatan ekonomi mendadak karena konsumen dan bisnis dapat menghadapi kenaikan harga yang tajam.
Di sisi lain, tarif yang lebih tinggi yang ditetapkan Trump akan memukul perusahaan asing yang menjual lebih banyak barang ke Amerika Serikat daripada yang mereka beli.
Pada dasarnya, Pemerintah AS menghitung tarif untuk menaikkan pendapatan yang sama besarnya dengan ketidakseimbangan perdagangan dengan negara-negara tersebut. Meskipun, Trump kemudian memangkas setengah tarif tersebut dalam tindakan yang ia gambarkan sebagai ‘sangat baik’.
(Febrina Ratna Iskana)