"Sejak peraturan sebelumnya dicabut dan digantikan oleh Permendag 8 Tahun 2024, pemerintah seakan mengubah semangatnya menjadi relaksasi impor sehingga banyak brand lokal kembali ke produk impor," kata Gita saat dihubungi MPI.
Gita menerangkan kondisi tersebut menjadikan persaingan harga dan ketersediaan barang impor mengganggu tingkat penjualan produk TPT dalam negeri. Lantaran tak ada harapan, lanjut Gita, penutupan pabrik maupun PHK massal karyawan menjadi tak terelakkan.
"Karena merasa tidak ada harapan lagi dan cashflow yang buruk, maka sebagian perusahaan memutuskan menutup pabriknya dan mem-PHK sisa karyawannya," tegas Gita.
Perlu diketahui, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 yang diterbitkan dan diundangkan mulai 17 Mei 2024 itu memberikan relaksasi perizinan impor terhadap tujuh kelompok barang, di antaranya elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, serta katup.
Sementara sebelumnya, perizinan impor terhadap tujuh kelompok barang tersebut perlu diurus Peraturan Teknis (Perteks) sebagai salah satu dokumen izin impor agar dapat memasuki pasar domestik Indonesia.
Syarat Perteks ini dilakukan sebagai upaya pemerintah dalam melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk-produk impor. Kendati demikian, lantaran berimbas pada penumpukan kontainer di pelabuhan pada awal Mei lalu, Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dikeluarkan guna menghilangkan syarat Perteks tersebut.
(FAY)