“Mengapa para ilmuwan meminta basis data internasional untuk menghapus data penting yang memberi tahu kita tentang bagaimana COVID-19 dimulai di Wuhan?” ujar Alina Chan, peneliti di Broad Institute, Universitas Harvard, menulis di Twitter.
Studi lain oleh para ilmuwan Australia, yang diterbitkan pada Kamis di jurnal Scientific Reports, menggunakan data genom untuk menunjukkan SARS-CoV-2 mengikat reseptor manusia jauh lebih mudah daripada spesies lain, menunjukkan virus itu sudah beradaptasi dengan manusia ketika pertama kali muncul.
Disebutkan, mungkin ada hewan tak dikenal lain dengan afinitas yang lebih kuat yang berfungsi sebagai spesies perantara, tetapi hipotesis bahwa virus itu bocor dari laboratorium tidak dapat dikesampingkan.
“Meskipun jelas virus awal memiliki kecenderungan tinggi untuk reseptor manusia, itu tidak berarti mereka buatan manusia,” papar Dominic Dwyer, ahli penyakit menular di Rumah Sakit Westmead Australia yang merupakan bagian dari tim WHO yang menyelidiki COVID-19 di Wuhan tahun ini.
"Kesimpulan seperti itu tetap spekulatif," ujar dia. “Sampel serum masih perlu diuji untuk membuat kasus yang lebih kuat tentang asal-usul COVID-19,” papar Stuart Turville, profesor di Kirby Institute, organisasi penelitian medis Australia yang menanggapi studi Universitas Kent.
(SANDY)