"Jadi jumlahnya semua Rp 62 miliar, dan itu kita hanya mewakili 7, bukan semua, karena korbannya 135 (meninggal dunia), yang luka berat, luka ringan 700 lebih, kita mewakili 7 klien kita. Makanya kita tidak class action, karena kita hanya kuasa 7 korban tragedi Kanjuruhan," tuturnya.
Dimana menurut Imam, gugatan perdata ini berbeda dengan gugatan secara pidana, sebab jika pidana terkait perbuatan melawan hukumnya, maka gugatan perdata ini berdasarkan ganti rugi materiil dan inmateriil.
"Jadi yang namanya usut tuntas konsepnya dari semua ini yang bertanggungjawab, harus dimintai pertanggungjawaban. Jadi tidak ada hubungannya pidana dengan perdata, dan permintaan kita sesuai dengan etitude yang ada di gugatan," ucapnya.
"Artinya bahwa perdata ini memang ditujukan untuk kehidupan para keluarga setelah ditinggal mati keluarganya, atau setelah korban Itu luka berat, meskipun kita tahu bahwa tidak ada harga seberapa pun besarnya untuk menggantikan nyawa manusia itu konsep berpikir kita," tambahnya.
Di sisi lain Agustinus Siagian, kuasa hukum dari Tim Tatak menyatakan, gugatan perdata ini bakal berlanjut terus sampai ada titik temu dengan keluarga korban. Artinya secara prinsip subtansi gugatan dari kliennya bisa dipenuhi pihak tergugat, melalui mediasi maka proses perkara perdata ini bisa menemukan jalan damai.