Menurut Awalil, rasio defisit selama dua tahun pertama era Presiden Prabowo Subianto ini lebih lebar dibandingkan rata-rata masa lalu, kecuali saat puncak pandemi Covid-19.
Untuk membiayai defisit dan pengeluaran investasi, pemerintah merencanakan pembiayaan neto APBN 2026 mencapai Rp832,21 triliun.
Angka ini terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp832,21 triliun dan pembiayaan non-utang sebesar Rp143,06 triliun yang bersifat pengeluaran.
"Pembiayaan utang sebenarnya adalah tambahan utang neto selama setahun anggaran. Disebut neto atau nilai bersih karena memperhitungkan penerimaan dari penarikan utang baru dan pembayaran pokok utang lama," katanya.
Pembiayaan utang APBN 2026 meningkat dari yang diusulkan pada RAPBN, karena ada pelebaran defisit. Direncanakan akan diperoleh dari Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp799,53 triliun dan pinjaman sebesar Rp32,67 triliun.